REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah sukses menyelenggarakan Pekan Film Indonesia di Kota Lattakia pada 21—23 September 2016 lalu, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Damaskus Suriah menggelar Pekan Film Indonesia di Homs pada 28—30 September 2016.
Bertempat di Gedung Kebudayaan, pembukaan Pekan Film Indonesia di Homs, Rabu (28/9) dihadiri oleh sekitar 500 penonton yang penasaran ingin menyaksikan film-film terbaik Indonesia.
Gemuruh tepuk tangan memenuhi teater utama Gedung Kebudayaan Homs, ketika Duta Besar RI untuk Suriah Djoko Harjanto; Gubernur Homs Talal Barazi, para anggota parlemen asal Homs, dan para pejabat daerah Homs memasuki ruangan.
Acara dimulai dengan mengheningkan cipta dan menyanyikan lagu kebangsaan kedua negara, dilanjutkan dengan sambutan Gubernur dan Dubes RI. “Selamat datang di Kota Homs, ibu kota kebudayaan Suriah,” sambut Gubernur Homs, Talal Barazi, kepada Dubes Djoko dan rombongan. “Kami pastikan penyelenggaraan Pekan Film Indonesia di Homs akan lebih meriah dari kota lain, karena kecintaan warga Homs terhadap kebudayaan yang sangat besar.”
“Kami berkeliling ke kota-kota besar di Suriah menyelenggarakan Pekan Film Indonesia dengan pesan perdamaian dan persahabatan pada luka konflik di Suriah,” ujar Dubes Djoko pada sambutan pembukaannya. “Semoga melalui event kebudayaan ini diharapkan akan semakin menguatkan hubungan Indonesia-Suriah pada level masyarakat.”
Membalas sambutan meriah dari gubernur dan warga Homs, Dubes Djoko secara spontan menampilkan keahliannya bermain saxophone pada saat acara pembukaan. Keahlian Dubes Djoko membawakan saxophone “Aku Masih Seperti yang Dulu” dan “Where Does My Heart Beat Now” berhasil memeriahkan suasana sebelum pemutaran film.
Film Habibie-Ainun yang diputar perdana pada festival film Indonesia pertama kali di Homs sukses membuat penonton terenyuh di Gedung Kebudayaan Homs petang itu. “Luar biasa besar kecintaan Presiden Habibie terhadap istrinya itu,” tutur Naya Kailani sambil menyeka air matanya. “Sungguh film yang sangat menyentuh hati.”
“Saya salut dengan gagasan menyatukan 17 ribu pulau-pulau di Indonesia menggunakan pesawat,” ujar Gubernur Homs Talal Barazi seusai tamat menonton film Habibie-Ainun. “Di Suriah, kami hanya memiliki satu pulau saja. Saya tidak bisa membayangkan betapa besarnya Indonesia itu.”
Ditambahkan oleh Pejabat Penerangan dan Sosbud KBRI Damaskus, AM. Sidqi, Kota Homs sengaja dipilih sebagai kota tempat penyelenggaraan Pekan Film Indonesia disamping Lattakia dan Damaskus, karena Homs merupakan kota kebudayaan yang memiliki fasilitas teater memadai dan kota yang berhasil menerapkan rekonsiliasi untuk mengakhiri konflik.
Pada awal krisis tahun 2012, Kota Homs merupakan kota yang paling hancur di Suriah. Hampir seluruh kawasan Kota Tua Homs hancur lebur karena konflik, seperti Masjid Khalid bin Walid dan pusat kota Homs. Bahkan Homs sempat dijuluki sebagai ibukota revolusi dan pemberontakan.
Baru pada tahun 2014, Kota Homs berhasil dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah Suriah melalui rekonsiliasi. “Dengan demikian, diplomasi perdamaian dan persahabatan melalui film akan menemukan ‘rumah’nya di Kota Homs ini,” ujar AM Sidqi.
“Tanggal 5—7 Oktober 2016 akan menjadi puncak Pekan Film Indonesia di Suriah, yaitu digelar di Gedung Opera Damaskus. Menteri Kebudayaan dan kalangan diplomatik diperkirakan akan hadir di Gedung Kebudayaan termegah di Suriah itu.”