REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik cara-cara penggusuran berkedok relokasi yang dinilai tidak manusiawi.
"Penderitaan warga Bukit Duri, Kalijodo dan kampung-kampung lainnya yang digusur oleh Pemda DKI Jakarta menunjukkan ada tantangan dan ancaman yang besar untuk mengelola kota-kota di Indonesia ramah HAM dan hukum," kata Koordinator Kontras Haris Azhar di Jakarta, Kamis (29/9).
Menurutnya warga yang tinggal, menetap dan membangun sejarah perjuangan kelas di perkampungan Bukit Duri, Jakarta telah dirampas hak-haknya untuk hidup menetap, memiliki rasa aman dan yang terpenting adalah kepastian hukum yang masih mereka nanti.
Haris berpendapat bahwa dalam pandangan hak asasi manusia dan kota, HAM mengenal makna ko-eksis yang bisa ditafsirkan sebagai berfungsinya mekanisme-mekanisme ekonomi, sosial dan politik dalam menghadirkan ruang-ruang partisipasi warga.
"Sediakan suatu mekanisme inklusif dan tidak diskriminatif di dalam perencanaan kota dapat digunakan sebagai alat untuk mengahdirkan standar hidup yang layak kepada setiap warga," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku tidak dapat memenuhi permintaan warga Bukit Duri, Jakarta Selatan untuk mengganti bangunan-bangunan yang telah ditertibkan.
"Tidak ada penggantian untuk bangunan yang sudah ditertibkan. Warga mendapatkan rumah susun (rusun) sebagai ganti rugi," kata Basuki di Balai Kota, Jakarta, Rabu (28/9).
Menurut Ahok, sesuai dengan aturan yang berlaku, pihaknya tidak dapat memberikan ganti rugi atau uang kerohiman karena warga Bukit Duri dianggap telah menempati lahan milik negara.