REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mengabulkan untuk memulihkan nama baik Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dalam kasus ''papa minta saham''. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) pun menyerahkan kepada DPR terkait permasalahan ini.
"Jadi kita tunggu saja pandangan DPR sendiri," katanya di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (30/9).
JK mengatakan, Setya Novanto mundur dari jabatannya setelah kasus "papa minta saham". Karena itu, JK menilai sikap yang dikeluarkan MKD tak berhubungan dengan putusan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau diingat Setya Novanto kan yang minta berhenti jadi ketua kan. Jadi nggak ada hubungannya dengan keputusan MK jadinya," ujarnya.
Sebelumnya, pada Rabu (28/9), MKD mengabulkan permintaan pemulihan nama baik Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. MKD menganggap, bukti rekaman suara Setya dalam kasus perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia tidak sah sehingga tak memenuhi syarat untuk memberikan sanksi etik pada yang bersangkutan.
MKD mengeluarkan keputusan tersebut setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan dua gugatan Setya, yakni soal Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang mengatur ketentuan alat bukti yang sah mengenai pemufakatan jahat.
Menurut Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad, keputusan diambil karena alat bukti utama pada proses persidangan kemarin adalah bukti rekaman elektronik yang dinyatakan oleh MK tidak sah karena didapatkan dari orang atau lembaga yang tidak bisa mengambil rekaman.
Setya Novanto sendiri tidak pernah dihukum oleh MKD, karena sebelum diputuskan nasibnya dalam sidang MKD, ia mundur sebagai Ketua DPR. Namun, Novanto meminta peninjauan kembali atas proses perkara yang terjadi. Proses perkara yang terjadi itu, lanjut Dasco, membuat Novanto merasa namanya dicemarkan karena adanya bukti yang dipakai yang dinyatakan tidak sah.