REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Andi Madussila Idjo, raja ke-37 Kerajaan Gowa menyambangi Mabes Polri bersama raja-raja lainnya pada Jumat (30/9). Kedatangannya ini untuk menceritakan awal mula permasalahan yang muncul di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, hingga terbakarnya gedung DPRD Gowa beberapa waktu.
Ia mengungkapkan, kedatangan mereka diterima oleh Wakapolri Komjen Sjafruddin dan beberapa jenderal dari Bareskrim dan Intelkam, Dalam pertemuan tersebut Andi Madussila menceritakan perihal polemik di balik peristiwa pembakaran gedung DPRD Gowa. Semua itu kata dia bermula oleh aksi tidak pantas yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Gowa.
"Pada malam takbir Idul Adha mereka malah mencuri," ujar Andi.
Andi bercerita pada malam Idul Adha (11/9) lalu, saat orang sibuk takbiran, anggota Pemda Gowa justru mencuri di kerajaannya. Anggota Pemda tersebut membongkar paksa brankas milik keluarga raja peninggalan Ratu Wilhelmina 1938.
"Karena dia ingin barang itu, di sana kan ada banyak peninggalan Raja Toraja, Pusaka Demak. Kami bisa saja buka tapi pertaruhkan semua keluarga. Harus izin semua keluarga," papar Andi.
Anggota Pemda yang datang tersebut, kata dia, di antarnya wakil bupati Gowa, ketua DPRD Gowa, Satpol PP, serta beberapa anggota dewan lainnya.
Keberanian pejabat Pemda tersebut kata dia dimulai sejak dibentuknya peraturan daerah (Perda) lembaga adat daerah (LAD). Yang mana dalam LAD bab tiga disebutkan bupati adalah bupati Gowa merangkap melaksanakan fungsi Sombaya atau Raja Gowa.
"Jadi dia buat Perda untuk dijadikan alat bisa membongkar brankas," ujarnya.
Sombaya sendiri menurut Andi Madussila diartikan oleh masyarakat Makassar sebagai raja di atas raja-raja. Yakni kerajaan Gowa merupakan kerajan terbesar yang di bawahnya banyak sekali raja-raja sehingga disebut Sombaya.
Andi juga menceritakan bahwa tujuan dibuatnya Perda tersebut adalah agar bupati Gowa dapat menjadi raja. Sehingga apabila dimaknai betul maka langkah selanjutnya yakni ingin menggabungkan antara pemerintahan dan kerajaan.
Kemudian tujuan selanjutnya, kata dia, untuk merampas apa yang selama ini dijaga secara turun temurun oleh keturunan Raja Gowa. Terutama harta kekayaan kerajaan Gowa termasuk tanah, aset-aset, serta emas.
"Zaman NKRI ini tidak ada di UU, tidak bisa bupati jadi raja untuk mengacak-acak adat, dan kami juga mengerti tidak mencampuradukkan urusan pemerintahan tapi jangan kami diobrak abrik masalah adat," ujarnya.
Sehingga berlatar belakang Perda tersebut, pihaknya berniat melakukan aksi unjuk rasa di Makasar. Sayangnya di sanalah peristiwa pembakaran gedung DPRD Gowa itu terjadi.
Namun, masih kata Andi, siapa yang melakukan aksi pembakaran tersebut pihaknya pun tidak mengetahui. Alasannya karena hampir seluruh masyarakat tanah Gowa tidak setuju dengan penerbitan Perda LAD tersebut.
"Jadi saya kira pembakaran itu karena DPRD sudah bukan lagi dewan perwakilan rakyat tapi dewan perwakilan Bupati Gowa. Apa keinginan Bupati direspons oleh DPRD," ujarnya.
Oleh karena itu ia bersama ikatan raja-raja nusantara menyambangi Bareskrim Polri berharap agar kasus bongkar paksa brankas kerajaan dan pencurian yang dilakukan oleh Pemda Gowa dapat ditindak lanjuti. Bahkan bukan hanya di Bareskrim, karena Perda tersebut yang menerbitkan adalah DPR RI maka akan ditindak lanjuti dengan bertemu jajaran anggota DPR RI.
"Kami berharap supaya Pemerintah Pusat menangani serius dan siapa yang entahlah harus dihukum," harapnya.
Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan telah mendengarkan perkembangan informasi dari kasus Gowa tersebut. Termasuk, kata dia, perihal adanya keterlibatan pemerintah daerah di sana.
Menanggapi penambahan informasi tersebut Ari Dono mengaku menerima saja. Meskipun kasus perihal kebakaran dan pengrusakan gedung masih tetap ditangani oleh Polda Sulsel.
"Di sana kasus sudah ditangani, supaya enggak ada pemikiran negatif, dikabulkan ditangani mabes, semua kasusnya, rentetannya juga, nanti ada tahapannya gelar perkara dulu," ujar Ari Dono.