REPUBLIKA.CO.ID, BUDAPEST -- Hungaria menggelar referendum terkait kebijakan kuota migran Uni Eropa, Ahad (2/10). Namun, jumlah warga yang menjadi pemilih terlalu rendah untuk membuat pemilihan menjadi valid.
Sebagian besar menolak kuota migran Uni Eropa, seperti harapan Perdana Menteri Hungaria Viktor Orban. Namun, referendum yang tidak sah dinilai menghentikan langkah garis keras pemerintah negara itu terhadap pengungsi.
Menurut Orban, jumlah pemilih yang menolak kebijakan migran tersebut kali ini jauh lebih banyak dari referendum beberapa tahun sebelumnya. Seperti pada 2004, jajak pendapat mengenai aksesi blok serta 2003 untuk bergabung dengan Uni Eropa.
"13 tahun sebelumnya setelah mayoritas warga Hungaria memilih unuk bergabung dengan Uni Eropa dan kini kami juga ingin membuat suara kami didengar dalam masalah Eropa," ujar Orban.
Ia juga menekankan, hasil referndum kali ini sangat luar biasa karena melampaui hasil referendum aksesi. Dalam laporan Kantor Pemilu Nasional, disebut bahwa 98,3 persen warga yang ikut referndum menolak kebijakan kuota migran. Namun, hanya 40 persen dari sekitar 8,26 juta orang yang seluruhnya memenuhi syarat suara secara sah.
Baca juga, Sudutkan Migran Muslim, PM Hungaria Dikecam Pemimpin Kristen.
Hungaria menentang kebijakan yang mengharuskan seluruh negara di Unie Eropa untuk menerima ratusan ribu pencari suaka sejak tahun lalu. Orban melakukan cara keras dengan menyegel perbatas an selatan Hungaria. Mulai dari memasang pagar kawat berduri hingga menempatkan ribuan tentara dan polisi.