Senin 03 Oct 2016 17:45 WIB

Presiden Jokowi Diminta Segera Ambil Alih Kasus SP3 Karhutla

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bilal Ramadhan
Kebakaran Hutan
Kebakaran Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi masyarakat anti mafia karhutla meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera mengambil tindakan atas penghentian penyidikan (SP3) terhadap 15 perusahaan yang diduga terlibat dalam bencana karhutla pada 2015 lalu.

Presiden diminta mendesak Kapolri agar segera melakukan gelar perkara khusus terhadap proses SP3 15 perusahaan. Koordinator Jaringan Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari), Woro Supartinah, mengatakan Presiden semestinya dapat turun tangan langsung dalam kasus ini.

"Putusan SP3 bertentangan dengan komitmen Presiden yang pernah menyatakan kewajiban penegakan hukum terhadap pembakar hutan dan lahan," ujar Woro di kantor KontraS, Jakarta, Senin (3/10).

Dalam hal ini, lanjut dia, kebijakan tegas Presiden sangat diperlukan. Pasalnya, pihaknya menduga ada pihak-pihak tertentu yang masih melakukan tekanan terhadap upaya menganulir keputusan penghentian SP3. Pihak Polri pun dinilai tidak mampu menganulir keputusan penghentian penyidikan penyebab kebakaran hutan itu.

Menurut pihaknya, gelar perkara khusus  memenuhi syarat untuk dilakukan karena telah menjadi perhatian publik. Dampak yang diakibatkan karhutla pun sangat luas karena melanggar hak hidup, hak kesehatan, hak atas pekerjaan dan sebagainya.

Adapun gelar perkara khusus merujuk kepada pasal 71 Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana dapat dilakukan dengan syarat utama adanya persetujuan khusus dari Presiden/Menteri Dalam Negeri/Gubernur.

Terpisah, Koordinator KontraS, Haris Azhar, mengatakan sulitnya akses terhadap dokumen SP3 mengindikasikan adanya kejanggalan dalam keputusan penghentian penyidikan. "Karena sulitnya akses, kecil kemungkinan  untuk dilakukan proses pra peradilan . Kami mengharap komitmen Presiden dan Kapolri," tambah Haris.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement