REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meminta asosiasi industri kecil dan menengah (IKM) untuk menyusun data keanggotaan secara akurat. Keakuratan ini meliputi jumlah, lokasi, hingga bidang usaha. Data tersebut diharapkan akan memudahkan Kemenperin dalam memetakan kerja sama atau program pengembangan yang akan diberikan kepada pelaku IKM di dalam negeri.
“Kami kan punya tugas untuk menumbuhkan wirausaha baru IKM sebanyak 20 ribu orang. Dari data tersebut, akan memudahkan kami untuk memberikan program pendidikan, pelatihan, maupun bantuan mesin dan peralatan kepada IKM nasional,” kata Dirjen IKM Kemenperin Gati Wibawaningsih usai bertemu Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), di Jakarta, Senin (3/10).
Gati menjelaskan, data tersebut juga dapat mendukung pelaksanaan e-smart IKM yang akan digulirkan Kemenperin. Hal ini karena Kemenperin akan mulai implementasi dari sentra-sentra IKM.
Dari data tersebut, Gati akan menyurvei perusahaan yang ada di sentra IKM, dan melihat apakah pelaku usaha tersebut sudah menggunakan sistem e-commerce. Dengan survei ini Kemenperin bisa memetakan perusahaan mana yang memiliki tren meningkat, atau menurun meskipun sudah memanfaatkan sistem e-commerce.
Gati mengatakan, e-smart IKM akan memperpendek rantai pasok antara produsen dengan konsumen. Sehingga diharapkan tidak ada lagi broker, dan memudahkan masyarakat yang ingin kerja sama dengan IKM kita.
Berdasarkan catatan Kemenperin, hingga 2014, jumlah unit usaha IKM mencapai 3,5 juta unit dan menyerap tenaga kerja sebanyak 9 juta orang. Dari jumlah IKM tersebut, nilai tambah yang diberikan sebesar Rp 222 triliun serta kontribusi PDB IKM terhadap PDB industri nasional sebesar 34.56 persen pada tahun 2014. Capaian ini menunjukkan bahwa IKM memiliki peran yang cukup penting bagi industri nasional.