REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Angka perceraian di Sumatra Utara terus meningkat setiap tahun. Pengadilan Tinggi Agama Medan mencatat perkara perceraian didominasi cerai gugat atau gugatan para istri.
"Kebanyakan yang ngajuin cerai ini berusia muda. Usia 30-an tahun. Yang baru nikah terus cerai juga banyak," kata Panitera Muda Hukum Pengadilan Tinggi Agama Medan Syarwani kepada Republika, Senin (3/10).
Perempuan yang biasa disapa Rini ini menyebutkan, pada 2014, ada 10.429 perkara perceraian yang telah diselesaikan di 20 Pengadilan Agama di wilayah Pengadilan Tinggi Agama Medan. Jumlah ini meningkat pada 2015, yakni ada 10.834 perkara yang diselesaikan.
Untuk 2016 ini, hingga Agustus, ada 6.653 perkara perceraian yang diputus di seluruh Pengadilan Agama wilayah Sumut.
"Kota Medan menempati urutan tertinggi untuk perkara perceraian ini," ujar Rini.
Rini mengatakan, perkara perceraian ini didominasi gugatan istri. Dari 6.653 perkara perceraian yang diputus di 2016, terdapat 5.218 cerai gugat atau gugatan cerai yang diajukan istri. Hanya 1.435 perkara cerai talak yang dilayangkan suami.
Pengadilan Tinggi Agama Medan pun mencatat sejumlah faktor penyebab terjadinya perceraian ini. Faktor tidak ada keharmonisan menempati urutan pertama dengan jumlah 2.625 perkara. Tidak adanya tanggung jawab dan faktor ekonomi menempati posisi berikutnya sebagai penyebab perceraian, yakni 2.291 dan 695.
Selain tiga faktor yang mendominasi tersebut, ada pula karena kekejaman jasmani yang dialami salah satu pihak selama berumah tangga, gangguan pihak ketiga, krisis moral, dan poligami yang tidak sehat yang dilakukan suami. Selain itu, juga ada perceraian yang disebabkan salah satu pihak yang menyakiti mental dan cemburu. Faktor kawin paksa dan kawin di bawah umur menjadi faktor terakhir penyebab perceraian.
Sementara itu, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Medan Jumri Siregar mengatakan, Pengadilan Agama selalu mengupayakan mediasi agar pihak yang ingin bercerai dapat kembali rujuk. Namun, sangat sedikit yang berhasil bersatu kembali.
"Hanya berkisar satu persen yang berhasil dimediasi. Bahkan, ada pasangan yang telah dimediasi tapi belakangan ingin bercerai lagi," kata Jumri.
Dia pun mengimbau agar pasangan suami istri menggunakan pendekatan agama jika menghadapi persoalan dalam rumah tangga. Perceraian, lanjutnya, harus dijadikan pilihan terakhir dalam masalah rumah tangga.
"Pernikahan itu ibarat bahtera di lautan, pasti setiap saat diterjang gelombang. Jadi jika terjadi masalah, hendaknya dikembalikan ke agama," ujar dia.