REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Laporan Bank Dunia menyebutkan, meski terjadi kelesuan pada perekenomian dunia, kemiskinan ekstrem di dunia terus berkurang. Perbaikan untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem lebih banyak didorong oleh kawasan Asia Timur dan Pasifik, terutama Cina, Indonesia, dan India
Ekonom INDEF Ahmad Heri Firdaus menjelaskan, ketimpangan ekonomi diukur dengan rasio gini. Berdasarkan data BPS terakhir, ketimpangan Indonesia turun dari 0,41 persen menjadi 0,397 persen. Namun, rasio tersebut dihitung berdasarkan dari ketimpangan pengeluaran, bukan pendapatan.
"Kalau dari sisi pengeluaran, masyarakat kaya dan miskin perbedaannya tidak terlalu mencolok. Tidak semencolok yang dibandingkan pendapatannya. Sehingga rasio gini yang dihitung dari konsumsi atau pengeluaran tidak benar-benar menggambarkan ketimpangan," jelas Heri pada Republika, Senin (3/10).
Lebih lanjut Heri menjelaskan, di Indonesia sebanyak 20 persen merupakan masyarakat kelas atas, 40 persen masyarakat menengah dan 40 persen masyarakat bawah. Dari ketiga kelas masyarakat tersebut, rata-rata pengeluaran masih tidak berbeda jauh.
Sementara berdasarkan perhitungan rasio gini, kata Heri, konsumsi yang berkurang adalah dari 20 persen masyarakat kelas atas. Sedangkan kelas menengah dan kelas bawah ini tetap. Rendahnya konsumsi masyarakat ini juga tercermin dari inflasi yang rendah yakni di kisaran 0,22 persen pada September 2016.
"Ini berarti bukan ada perbaikan ekonomi. Ketimpangan itu bisa saja dikurangi tinggal suruh masyarakat kaya kurangi konsumsi. Jadi ini bukan suatu keberhasilan ekonomi, ini bukan perbaikan ekonomi secara fundamental," katanya.
Baca: Kurangi Ketimpangan Kemiskinan, Bank Dunia Andalkan Enam Strategi Ini