REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kashi atau Kashgar memiliki sejarah yang panjang dan berliku. Kota itu terletak di antara gunung dan padang rumput yang luas, di antara oasis dan gurun, dan di antara Timur dan Barat. Kota tersebut merupakan titik silang dari kerajaan Roma, Persia, Mongolia, dan Cina.
Lokasinya yang strategis di sisi paling timur Sungai Tarim, menjadikan kota ini sebagai pusat pertemuan berbagai budaya yang ada, baik di masa lalu maupun di masa kini. Islam masuk ke Kashi dibawa oleh peradaban Arab, Persia, dan Turki.
Islam sampai ke kota itu pada abad X. Ketika itu, Kashi menjadi pusat pembelajaran Islam dan berhasil menciptakan ulama-ulama dan ahli bahasa ternama pada abad setelahnya. Salah satunya adalah Mahmud al-Kashgari, yang menulis Diwan Lughat al-Turk (Ringkasan dialek-dialek Turki). Buku itu telah diterjemahkan dalam 26 bahasa.
Penduduk Kashi pada masa lalulah yang merupakan Muslim pertama yang bertemu dengan pengaruh-pengaruh Cina, Persia, Turki, dan India. Buktinya adalah seni arsitektur yang masih bisa ditemukan hingga saat ini. Pada masa-masa masuknya Islam, umat Muslim di kota itu harus mampu berbaur dengan tradisi Buddha, Manichaean, Zoroastrian, bahkan Kristen Nestorian.
Sebelum masuknya Islam, agama yang paling berpengaruh adalah Buddha Hinayana. Karena adanya beragam pengaruh di kota itu, penduduk Kashi hingga saat ini masih terbiasa dengan keberagamaan yang ada. Saat ini, lebih dari 77 persen penduduk Kashi adalah Muslim Uighur.
Kota itu memiliki luas 141.000 kilometer persegi. Dengan demikian, jika dihitung, populasinya mencapai 3,3 juta orang. Kebanyakan dari mereka mengaku sebagai keturunan dari Karabalghasan, yaitu Kerajaan Uighur yang saat ini adalah Mongolia, yang pernah dikuasai oleh Suku Kyrgyz.
Kashi merupakan kota Cina terakhir yang berada di jalur sutra. Dari kota itu, jalur terbelah menjadi dua, jalur utara dan jalur selatan. Jika ingin memasuki Cina, Kota Kashi yang menjadi pintu gerbang pertamanya. Dahulu, caravan dari Cina akan melewati jalur utara mengarah ke Rusia, atau jalur selatan yang menuju ke Pakistan
Berdasarkan sebuah epik dari Persia, Kashi dahulu merupakan Kerajaan yang didirikan oleh Kesatria Tushlan, Abla Puziyafu. Namun, saat ini tidak ada sisa-sisa dari kerajaan tersebut. Jika dirunut dari sejarah Cina, dinasti pertama yang menguasai daerah tersebut adalah Dinasti Han. Sampai pada abad VII, saat Dinasti Tang mulai membangun pasukan di kota itu, Kashi mulai mendapatkan serangan dari Turki dari sisi barat dan dari Tibet di sisi selatan.
Pada abad XIV, pasukan Timur Lenk berhasil menguasai Kota Kashi sehingga sejak saat itu kota tersebut mayoritas penduduknya menjadi Muslim. Pada 1755, Kashi menjadi pusat pemberontakan umat Muslim di Cina pada masa kekuasaan Dinasti Qing.
Ketika itu, muncul nama Yakub Beg, yang memimpin revolusi melawan Cina pada 1866 hingga 1877. Pada masa-masa itu, Yakub membangun banyak masjid dan madrasah. Akhirnya, saat Dinasti Qing runtuh pada 1911, kota itu sudah mempunyai 126 masjid dan 17 madrasah.