REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog Musni Umar mengatakan peradaban bangsa Indonesia sarat dengan mistis. Sebagian agama di Indonesia pun, kata dia, juga mengajarkan umatnya agar mempercayai hal gaib.
Hal tersebut berlanjut hingga kini. Tak hanya masyarakat kelas bawah, masyarakat kelas atas hingga pemimpin bangsa pun mengamalkannya (percaya hal mistis). Akibatnya, masyarakat dari seluruh strata sosial terjebak pada hal-hal mistis.
"Akhirnya terbalik. Hal-hal rasional dikebelakangkan dan yang dikedepankan justru mistik," ujarnya kepada Republika.co.id, Selasa (4/10).
Musni mengatakan wujud perilaku percaya mistis dalam praktik sehari-hari misalnya saat terjadi peristiwa besar. Para pejabat berlomba-loma datang pada 'orang sakti' untuk memperoleh apa yang diinginkannya. Menurut dia, fenomena inilah yang dimanfaatkan Dimas Kanjeng Taat Pribadi untuk mengeruk keuntungan.
"Dia menggunakan agama sebagai kedok untuk menutup apa yang dilakukannya," kata Musni.
Para pengikutnya kemudian menjadi tenaga 'marketing' yang memasarkan kehebatannya. Mulai dari mulut ke mulut sampai akhirnya menjalar ke media sosial. Klaim kesaktian yang dimiliki Dimas Kanjeng-lah yang dipasarkan oleh para pengikutnya. Alhasil, semakin hari makin banyak orang yang menjadi pengikutnya.
"Semakin banyak pejabat yang hadir di situ (padepokan), maka kewibawaan Dimas Kanjeng semakin dianggap besar," ujar Musni. Terbukti nama Dimas Kanjeng tak hanya terkenal di Probolinggo, Jawa Timur, tapi juga tersebar di seluruh Indonesia.
Musni menduga selama ini padepokan Dimas Kanjeng tak tersentuh hukum karena dibalut dengan kegiatan keagamaan. Ada istigosah dan pengajian yang menghadirkan orang-orang hebat dari luar padepokan. Hal ini pula yang membuat banyak orang tertarik untuk datang. Semakin banyak orang yang datang, maka Dimas Kanjeng akan dengan sangat mudah membangun citranya.