REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama Dimas Kanjeng Taat Pribadi mendadak ramai diperbincangkan masyarakat. Hal tersebut tak lain karena Dimas Kanjeng mengklaim mampu menggandakan uang.
Kasus tersebut membuktikan di tengah era modern saat ini, hal-hal mistik masih menempati ruang dalam kehidupan sehari masyarakat Indonesia.
"Kultur klenik dan serba mistik masih marak di berbagai daerah," ungkap mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr Ahmad Syafii Maarif kepada Republika.co.id, Selasa (4/10).
Menurut dia, korban dari praktik klenik tak memandang golongan. "Korbannya bisa saja seorang intelektual yang tidak punya mata tajam dalam membaca fenomena yang irasional ini," kata Syafii mengingatkan.
Oleh karena itu, kata dia, mata batin perlu selalu diasah. Tujuannya tak lain agar masyarakat tidak mudah menjadi korban kultur klenik atau sahabat setan ini. Dimas Kanjeng adalah pembina Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng di Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Pria berusia 46 tahun tersebut telah dijadikan tersangka oleh polisi dalam kasus pembunuhan dan penipuan. Taat diduga terlibat pembunuhan dua orang bekas anak buahnya, yaitu Abdul Ghani dan Ismail Hidayah. Mereka dibunuh karena khawatir akan membocorkan dugaan praktik penipuan penggandaan uang.
Saat ini Dimas Kanjeng sudah ditahan di Mapolda Jawa Timur. Kepolisian telah menggelar rekonstruksi kasus pembunuhan ini di padepokan milik Dimas Kanjeng di Probolinggo pada Senin (3/10). Menurut polisi, kasus pembunuhan ini melibatkan sembilan orang pengawalnya.