REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar menyebutkan payung hukum tentang plastik berbayar masih menunggu evaluasi dari Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya, KLHK.
"Saya sudah minta Dirjen untuk teliti lagi aturannya, aturan sudah disiapkan, tapi masih dikonfirmasikan lagi dengan hal-hal di lapangan," kata Siti usai menghadiri Konferensi Internasional IUFRO, di Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (5/10).
Siti menjelaskan, kebijakan plastik berbayar telah diujicobakan pada Februari hingga Mei 2016 di 22 kabupaten/kota. Lalu diperpanjangan hingga Oktober yang berlaku secara nasional. Pemerintah telah menerbitkan surat edaran untuk memberlakukan plastik berbayar secara nasional hingga Oktober ini dan keberjasama dengan Aprindo.
"Kebijakan ini mendapat dukungan masyarakat. Hasil kajian sampai dengan Mei, bagus sekali, terjadi penurunan pemakaian kantong plastik yang sangat besar," katanya.
Kebijakan tersebut, lanjut Siti, telah berjalan di masing-masing daerah ada yang menerbitkan Peraturan daerah seperti Bandung yang menetapkan harga kantong plastik sebesar Rp500 begitu juga dengan DKI Jakarta, dan beberapa daerah di wilayah Timur Indonesia.
"Melihat implementasi di daerah yang berbeda-bera, pemerintah memperpanjang masa uji coba sampai akhir tahun ini. Yang sudah berjalan, di daerah memiliki regulasi masing-masing," katanya.
Siti menyebutkan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 kewenangan pengelolaan sampah menjadi tanggungjawab pemerintah daerah.
"Aturan ini bisa menjadi dasar bagi pemerintah daerah menjalankan plastik berbayar," katanya.
Sementara itu, terhitung 1 Oktober kemarin, Aprindo menghentikan program plastik berbayar dengan alasan karena belum adanya regulasi yang jelas terkait kebijakan tersebut. Aprindo beralasan, pihaknya menemukan kendalan teknis di lapangan dengan diberlakukannya plastik berbayar. Sehingga menunggu hingga adanya payung hukum yang sah, untuk memudahkan pelaknsaan di lapangan.