Rabu 05 Oct 2016 08:59 WIB

Serakah

serakah (ilustrasi).
Foto: whatislistening.com
serakah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Syahruddin El-Fikri

Setiap manusia selalu dihiasi dengan hawa nafsu, yakni keinginan untuk memuaskan dirinya sendiri. Seorang laki-laki memiliki nafsu untuk mendapatkan perempuan, demikian pula sebaliknya (perempuan ingin laki-laki), nafsu atas anak, harta, makanan, dan lain sebagainya. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang paling baik. (QS Ali Imran [3]: 14).

Manusia selalu punya keinginan yang bermacam-macam. Semua hal yang indah-indah, bagus, dan menarik perhatiannya, maka dia ingin sekali memilikinya. Ketika melihat sepeda bagus, dirinya ingin sepeda tersebut. Saat menyaksikan ada sepeda motor keren, dia ingin memiliki sepeda motor yang keren tersebut.

Ketika ada mobil yang mewah, dalam hatinya dia ingin sekali memilikinya. Ketika ada pesawat terbang supercepat, dia ingin sekali naik pesawat terbang supercepat laksana kilat itu. Pendek kata, manusia selalu merasa kurang, tak pernah merasa puas.

Sudah memiliki satu, ia ingin yang kedua. Sudah punya dua, dia ingin yang ketiga. Maka benarlah sabda Rasulullah SAW; “Seandainya manusia diberi satu lembah yang penuh dengan emas, maka ia akan menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat.” (HR Bukhari No 6438).

Kita bisa menyaksikan berbagai peristiwa atau kejadian dewasa ini. Seorang pengusaha yang memiliki kekayaan sangat berlimpah, tetapi karena merasa dirinya masih kekurangan, maka ia pun menyuap seorang pejabat. Pejabat yang sudah punya kekayaan berlimpah dan memiliki beragam usaha, tetap saja merasa kurang hingga akhirnya dia menerima uang suap.

Seorang hakim yang tugasnya memutuskan perkara, namun karena dirinya merasa kekurangan, maka akhirnya dia mempermainkan hukum dan menerima suap. Seorang ilmuwan atau agamawan pun, ketika hawa nafsu serakah sudah menyelimuti segenap jiwa raganya, maka dia menjadi buta hati. Itulah nafsu.

Manusia selalu tergoda untuk menambah, menambah, dan terus menambah. Ia belum merasa puas dengan apa yang sudah diterimanya. Akibatnya pun jelas, ketika dirinya tidak bisa mengendalikan nafsunya dengan baik, maka segala cara dilakukannya untuk menumpuk kekayaan demi kepuasan pribadinya. Ia tak peduli dengan nasib orang lain.

Bila nafsu sudah menguasai jiwa dan raganya, maka hatinya akan menjadi buta, telinganya menjadi tuli, pikirannya pun menjadi tumpul. Ia tak melihat bahwa dirinya sudah punya kelebihan. Dia tak mendengar jika di sekitarnya banyak orang yang membutuhkan pertolongannya. Pikiran dan nalarnya sudah tak berfungsi normal akibat otaknya sudah dipenuhi nafsu keserakahan.

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Meraka itulah orang-orang yang lalai.” (QS al-A’raf [7]: 179). Na'udzubillah. Wallahu a‘lam. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement