REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia mengonfirmasi laporan terbaru soal pengiriman sistem rudal pertahanan udara S-300 ke Suriah, Rabu (5/10). Sistem tersebut ditempatkan di pangkalan angkatan laut Rusia di pelabuhan Tartus, Suriah.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Igor Konashenkov mengatakan langkah ini bertujuan menjamin keamanan pangkalan dari udara. Tentu hal tersebut menuai kecaman dari pihak Barat.
Apalagi pada Senin, AS memutuskan menghentikan koordinasi dengan Rusia dalam operasi serangan udara masing-masing. Gencatan senjata yang mereka usung berdua pun runtuh bulan lalu.
Meski demikian, Moskow menjamin bahwa penempatan S-300 hanya sebagai sistem pertahanan. "Saya ingatkan, S-300 murni sistem pertahanan dan tidak mengancam bagi siapa pun," kata Mayor Jenderal Konashenkov.
Ia mengaku tidak mengerti mengapa Barat menganggapnya peringatan. Konashenkov mengatakan sistem tersebut sama dengan satu yang terdapat di kapal penjelajah Moskva.
Menurut koresponden BBC soal pertahanan dan diplomatik, Jonathan Marcus, S-300 dikenal sebagai sistem rudal darat ke udara. NATO menyebutnya SA-23. Ini pertama kalinya Rusia menempatkan sistem demikian di luar wilayahnya.
Meski sebelumnya Rusia juga sudah punya sistem anti-pesawat S-400 di pangkalan udara Latakia, Rusia. Menurut Marcus, S-300 sangat mobile. Radar, peluncur dan sistem komandonya dibawa oleh sejumlah kendaraan. "Ini menjadi sistem pertahanan paling letal yang pernah dikerahkan," kata Marcus.
Hal ini mengindikasikan bahwa Rusia ingin meningkatkan pertahanan udaranya di Suriah secara signifikan. Ini juga sinyal untuk Washington, bahwa mereka harus bayar mahal jika menghalangi operasi Rusia atau pemerintah Suriah.
Fox News sebelumnya melaporkan, seorang pejabat AS anonim mengatakan sistem S-300 itu telah ditempatkan di sana sejak akhir pekan. Rusia juga menambah pangkalan udara Hmeimim dekat kota pelabuhan Lakatia.
Pada Senin, AS memutuskan untuk menangguhkan pembicaraan dengan Rusia soal Suriah. AS menuduh Moskow tidak bisa memegang komitmen dibawah kesepakatan gencatan senjata. Washington menuduh Rusia dan pemerintah Suriah terus mengintensifkan serangan pada sipil, termasuk di area yang dikuasai pemberontak di Aleppo timur.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, John Kirbi mengatakan Moskow dan Presiden Bashar al Assad sengaja menargetkan sipil. "Mereka menargetkan insfrastruktur penting seperti rumah sakit dan mengcegah bantuan kemanusiaan mencapai sipil," kata Kirby. Ia menambahkan serangan 19 September pada konvoi kemanusiaan PBB juga termasuk didalamnya.