REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus polisi melakukan aksi bunuh diri kembali terjadi. Kali ini dilakukan oleh Kapolsek Karangsambung Ipda Nyariman di ruang kerjanya di Kebumen, Jawa Tengah, Rabu (5/10), kemarin.
Aksi bunuh diri tersebut merupakan peristiwa kedelapan yang dilakukan polisi sepanjang 2016. Indonesia Police Watch (IPW) sangat prihatin dengan kasus bunuh diri yang dilakukan Ipda Nyariman. Sebab, latar belakang kasusnya berbeda dengan kasus bunuh diri yang dilakukan para polisi sebelumnya.
Ipda Nyariman tertekan akibat diminta mengembalikan uang Rp 250 juta karena anak temannya Aiptu Sudiman gagal masuk Secaba. Padahal sebelumnya Ipda Nyariman menjanjikan anak tersebut akan lolos. Kasus ini sempat dibahas oleh Kapolres Kebumen, Wakapolres, SDM Polres Kebumen, dan Propam.
Saat itu, Ipda Nyariman berjanji akan mengembalikan uang tersebut. Namun, yang terjadi kemudian Kapolsek itu malah gantung diri hingga tewas di ruang kerjanya. "Kasus ini membuktikan bahwa aksi bayar membayar untuk masuk pendidikan di Kepolisian masih terjadi. Bahkan, untuk masuk Secaba saja orang berani membayar Rp 250 juta," kata Neta, Kamis (6/10).
Bagaimana pun, kata dia, kasus ini patut menjadi perhatian Kapolri agar ada perbaikan yang signifikan dalam proses pendidikan Polri, baik untuk SPN, Akpol, Secaba, PTIK, Sespim, Sespati, dan lainnya. Ini untuk menghindari kasus serupa terulang. "Momen ini harus menjadi starting point (poin awal) untuk melakukan perubahan radikal dalam sistem dan mekanisme promosi, baik dalam rekrutmen pendidik maupun jabatan," ujarnya.
Selain itu, ketahanan mental perlu menjadi perhatian khusus Polri, mulai dari awal rekrut maupun di pendidikan, psikotes harus menjadi andalan seleksi. Sehingga sistem pembinaan mental terkait stres manajemen bisa dilakukan dengan maksimal. Sebab, dari delapan polisi yang bunuh diri tahun 2016 ini, empat dengan cara menembak dan empat gantung diri.
Dari empat yang menembak dirinya sendiri itu, tiga menembak bagian kepala dan satu bagian dada. Dari delapan polisi yang bunuh diri tahun 2016 ini empat bintara dan empat perwira. Padahal, tahun-tahun sebelumnya, jarang sekali perwira yang bunuh diri. "Ini menunjukkan bahwa perwira Polri semakin rentan stres dan gampang mengambil jalan pintas, bunuh diri. Bagaimana pun kasus ini perlu dicermati dengan serius," kata Neta.