REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menolak gugatan Djan Faridz dalam perkara-perkara Nomor: 92/Pdt.G/2016/PN.JKT.PST terkait sengketa kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Dalam perkara tersebut, Djan Faridz melalui kuasa hukumnya Humphrey Djemat menggugat Presiden RI, Menkopolhukam dan Menkumham terkait perpanjangan SK kepengurusan PPP hasil Muktamar VII Bandung. Turut serta sebagai penggugat intervensi, DPP PPP dan Mahkamah Partai PPP.
“Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili perkara ini,” demikian bunyi putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Pusat Rosalina Sinaga pada persidangan, Selasa (4/10). Duduk sebagai hakim anggota, Agustinus Wahyu Setyo dan Mas’ud.
Perpanjangan SK kepengurusan hasil Muktamar Bandung tersebut menjadi alas hukum terselenggaranya Muktamar VIII PPP di Asrama Haji Pondokgede, 8-10 April 2016. SK Muktamar Bandung diperpanjang atas permintaan Mahkamah Partai PPP sejalan terjadinya islah antara Ketua Umum Suryadharma Ali dengan Sekjen M. Romahurmuziy.
Kuasa hukum DPP PPP Hadrawi Ilham mengatakan, dengan putusan PN Jakpus tersebut menguatkan pelaksaaan Muktamar VIII Pondokgede. Dengan demikian, saat ini konflik internal PPP dinyatakan selesai secara hukum.
“Dengan ditolaknya gugatan tersebut, maka saudara Djan Faridz tidak berhak lagi mengatasnamakan PPP,” kata Hadrawi Ilham, Kamis (6/10).
Dia melanjutkan, putusan PN Jakpus sekaligus menjadi kado besar bagi kader PPP yang kebetulan bersamaan dengan pelaksanaan Mukernas I di Hotel Mercure Ancol. Untuk itu, Hadrawi meminta seluruh kader PPP agar mengabaikan seruan dari Djan Faridz yang masih mengatasnamakan PPP. “Kader PPP jangan lagi termakan isu liar yang tidak bertanggung jawab,” kata Wabendum DPP PPP ini.