Kamis 06 Oct 2016 18:34 WIB

Soal Kasus Mirna, Pakar: Jaksa Harus Objektif

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Jessica Kumala Wongso mengikuti persidangan di PN Jakarta Pusat.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Jessica Kumala Wongso mengikuti persidangan di PN Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana Muzakir mengatakan, jaksa penuntut umum (JPU) harus bisa berlaku objektif dalam menangani kasus kopi maut sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin. Menurut guru besar Universitas Islam Indonesia (UII) itu, seorang jaksa tidak boleh mengedepankan pandangan subjektifnya dalam membuat tuntutan.

"Terlepas apakah tuntutan JPU (dalam kasus kopi maut) itu terkesan dipaksakan atau tidak, yang pasti seorang jaksa harus berlaku objektif. Jika dia bersikap subjektif, itu bukan penuntut umum lagi namanya, tapi penuntut privat," kata Muzakir kepada Republika.co.id, Kamis (6/10).

Dia menuturkan, selaku penegak hukum, JPU harus mampu membuat tuntutan berdasarkan pada fakta-fakta objektif yang diperoleh selama proses persidangan. Jika pembuktian oleh jaksa di pengadilan ternyata lemah, kata dia, terdakwa harusnya bisa dibebaskan dari tuntutan pidana.

Muzakir berpendapat, proses pembuktian perbuatan pidana itu harus mengacu pada kausalitas (sebab-akibat). "Apakah korban (Mirna) memang meninggal karena tindak pidana orang lain atau malah meninggal karena proses alamiah. Ini yang masih belum bisa dibuktikan secara matang selama proses persidangan," katanya.

Dia mengatakan, sejauh ini belum ada bukti kuat yang menunjukkan Mirna memang diracun oleh Jessica. Menurut hasil autopsi pertama terhadap jasad korban, sejumlah organ tubuh Mirna yang diperiksa tim penyidik forensik malah dinyatakan negatif racun sianida. Sementara, pemeriksaan terhadap lambung Mirna yang dilakukan tiga hari sesudahnya menunjukkan adanya sianida tapi di bawah ambang batas mematikan.

Baca juga, JPU Tuntut Jessica 20 Tahun Penjara.

"Dari situ saya menilai bahwa pembuktian JPU masih lemah. Karena tidak ada bukti yang betul-betul menjelaskan bahwa korban meninggal karena perbuatan orang lain."

JPU sebelumnya menuntut Jessica Kumala Wongso, terdakwa pembunuhan Wayan Mirna Salihin, dengan hukuman pidana selama 20 tahun. Menurut jaksa, Jessica terbukti bersalah membunuh Mirna dengan rencana matang sesuai Pasal 340 KUHP.

"Meminta majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Jessica Kumala Wongso dengan penjara 20 selama 20 tahun," kata JPU yang membacakan tuntutan di sidang Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (5/10) malam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement