REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Pembina Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Majelis Ta'lim Ukhuwah Samarinda, Kalimantan Timur, Sumaryono membantah lembaganya terkait penggandaan uang yang menjerat Dimas Kanjeng Taat Pribadi. "Majelis Ta'lim Ukhuwah adalah murni dan merupakan sarana dakwah kami. Jadi, walaupun bagian dari Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng, tetapi majelis ta'lim murni dan yayasan adalah bersifat umum," ujar Sumaryono di Samarinda, Kamis (6/10).
Sumaryono meminta majelis ta'lim ini jangan dikaitkan dengan masalah hukum yang saat ini menjerat Dimas Kanjeng Taat Pribadi secara personal, karena itu keliru. Dia mengatakan kalau yayasan itu sifatnya umum dan di sana ada umatnya. "Saya mengikuti semua kegiatan Padepokan Dimas Kanjeng, sehingga saya pengikutnya. Tetapi, jangan dikaitkan jika pimpinannya secara personal terjerat kasus hukum, kemudian umatnya juga dituding ikut bermasalah, itu keliru," katanya.
Ia juga membantah tudingan beberapa orang yang mengklaim telah melakukan transfer sejumlah uang ke rekening Michael Budiyanto, orang yang disebut sebagai salah satu pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Pembina Yayasan Padepokan Majelis Ta'lim Ukhuwwah yang disebut telah dinobatkan sebagai Sultan Agung Ustad Sumaryono oleh Dimas Kanjeng Taat Pribadi pada November 2015 itu, dengan tegas membantah ada nama Michael Budiyanto pada padepokan tersebut.
"Jika merujuk pada nama yang disebutkan di media (Michael), saya tegaskan tidak ada nama itu. Baik sebagai pengikut majelis ta'lim maupun Padepokan Dimas Kanjeng. Jadi, itu saya katakan tidak benar dan tidak ada nama itu," tegas Sumaryono.
Namun, ia membenarkan jika dia dinobatkan menjadi Sultan Agung Ustad Sumaryono sebagai penghormatan. "Gelar itu bisa diberikan kepada siapa saja dan yang jelas saya tidak meminta. Begitupun dengan gelar ustaz, itu sebagai penghormatan dan kecintaan umat kepada pimpinannya. Walaupun saya sudah menolak dan menyatakan tidak pantas menyandang gelar itu, tetapi panggilan itu tetap disematkan," ucapnya.
Terkait sejumlah mahar, Sumaryono mengungkapkan bahwa selama ini Majelis Ta'lim Ukhuwwah hanya menerima iuran dari jamaah untuk biaya operasional pada setiap kegiatan. Itu pun dilakukan secara sukarela tanpa paksaan.
Ia juga menyampaikan bahwa Suhartono yang disebut-sebut sebagai adik Novi, yang telah menyetorkan sejumlah uang, memang menjadi salah satu pengikut di Majelis Ta'lim Ukhuwwah. "Terkait pengakuan Novi yang mengklaim sahabat dan kerabat sepertinya memang saya kenal. Tetapi dia tidak ada kaitan secara langsung dengan Majelis Ta'lim Ukhuwah maupun padepokan. Sementara, nama Suhartono yang disebut sebagai adiknya, memang benar dia pengikut tetapi yang bersangkutan tidak keberatan dengan kegiatan yang dilakukan di majelis ta'lim maupun Padepokan Dimas Kanjeng," jelasnya.
Dia mengatakan, iuran yang disebutkan untuk operasional. Misalnya, pada setiap pekan dikeluarkan biaya paling sedikit Rp 3,5 juta untuk memberi makan jamaah serta kegiatan lainnya. Itu dilakukan atas kesadaran dan keikhlasan sebagai bentuk solidaritas.
Begitu pula jika ada kegiatan padepokan yang harus membeli tiket. "Membeli itu merupakan jual beli dan itulah yang disebut mahar dan dilakukan dengan senang hati. Seperti halnya kami membantu pembangunan masjid dan padepokan di sana, itu dilakukan secara suka rela tanpa paksaan," kata Sumaryono.