Kamis 06 Oct 2016 23:51 WIB

In Picture: Pacuan Kuda Tradisional Gayo

.

Rep: Rahmad/ Red: Yogi Ardhi Cahyadi

Sejumlah joki cilik memacu kuda mereka pada Lomba Pacuan Kuda Tradisional Gayo (FOTO : Antara/Rahmad)

Sejumlah joki cilik memacu kuda mereka pada Lomba Pacuan Kuda Tradisional Gayo (FOTO : Antara/Rahmad)

Sejumlah kuda memasuki garis finish pada Lomba Pacuan Kuda Tradisional Gayo di lapangan Haji Muhammad Hasan Gayo Belang Bebangka (FOTO : Antara/Rahmad)

Sejumlah kuda memasuki garis finish pada Lomba Pacuan Kuda Tradisional Gayo di lapangan Haji Muhammad Hasan Gayo Belang Bebangka (FOTO : Antara/Rahmad)

Para petugas pacuan membantu mendorong seekor kuda jantan A super ke dalam box start pada Lomba Pacuan Kuda Tradisional Gayo (FOTO : Antara/Rahmad)

Seekor kuda jantan A super mengamuk saat akan dimasukkan ke dalam box start pada Lomba Pacuan Kuda Tradisional Gayo (FOTO : Antara/Rahmad)

Sejumlah kuda jantan A Super dijemur di luar kandang karantina menjelang Lomba Pacuan Kuda Tradisional Gayo suku Gayo (FOTO : Antara/Rahmad)

(FOTO : Antara/Rahmad)

inline

REPUBLIKA.CO.ID, Ribuan orang memadati lapangan Pacuan Kuda Belang Bebangka, Kecamatan Pegasing, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh, akhir Agustus lalu. Sejak pagi hingga petang mereka antusias untuk menyaksikan kemeriahan Lomba Pacuan Kuda Tradisional Gayo yang diselenggarakan untuk memeriahkan HUT ke-71 RI. 

 

Acara budaya pacuan kuda itu telah menjadi tradisi warga dan telah menjadi wadah pesta rakyat Gayo yang menyatukan masyarakat di dataran tinggi Tanah Gayo, meliputi Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues. Sebanyak 365 ekor kuda yang didatangkan dari tiga daerah yang terkenal dengan penghasil kopi tersebut, siap bertanding di arena yang sudah berlangsung sejak sebelum era kolonial itu. 

 

Pacuan kuda atau ‘Pacu Kude’ merupakan tradisi turun temurun, awalnya masyarakat Gayo menyelenggarakan pacuan kuda untuk menyambut ataupun merayakan masa panen padi yang umumnya terjadi antara Agustus dan September. 

 

Kini kegiatan itu menjadi kalender tahunan pemerintah setempat, untuk menyelenggarakan kegiatan budaya itu sekaligus untuk menjadikan daya tarik wisata di daerah itu. Layaknya kegiatan budaya tradisional, pacuan kuda tetap diselenggarakan secara tradisional, antara lain tidak mewajibkan perlengkapan khusus untuk joki dan kuda, alias tanpa pelana dan bahkan tanpa pengaman. Usia joki dan kuda yang bertanding pun bebas, kebanyakan terdiri dari joki-joki cilik yang berusia di bawah 15 tahun, bahkan penonton pun bebas memasuki lintasan guna mendukung kuda andalannya. 

 

Dataran Tinggi Gayo tidak hanya dikenal sebagai penghasil kopi terkenal namun juga dikaruniai bentangan panorama alam yang memikat dan berhawa sejuk, atraksi budaya ‘Pacuan Kuda Tradisional’ yang telah menjadi acara tahunan itu kini makin melengkapi pesona Gayo.

sumber : Antara Foto
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement