Jumat 07 Oct 2016 16:14 WIB

Dusun Muslim di Kupang Kekurangan Air Bersih

Rep: Rusdi Nurdiansyah/ Red: Achmad Syalaby
Warga Dusun Muslim Oeueu, Kupang, NTT
Foto: Rusdi Nurdiansyah
Warga Dusun Muslim Oeueu, Kupang, NTT

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG — Kehidupan Muslim di Dusun Muslim Oeoue, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Kupang, Nusa Tenggara Timur sungguh menyedihkan. Mereka harus terus bertahan hidup meski setiap hari kekurangan air bersih dan tanpa listrik.

Menurut keterangan dari Zulkifli, tokoh masyarakat adat di sana menuturkan bahwa kondisi ini selalu dialami oleh warga sejak berabad-abad yang lalu. “Memang sungguh perih, tapi apalah boleh buat, inilah tanah leluhur kami yang mesti kami jaga dan pertahankan,” kata dia kepada Republika.co.id beberapa waktu lalu.

Dia menjelaskan, sangat jarang musim hujan datang ke Kampung Oeoue. Andai pun ada, maka terik matahari bergegas membawa air di tanah menjadi uap. Karena itu, meski 100 persen warga menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian tapi kualitasnya belum biasa optimal apa lagi membuat menaikan sejahtera warga di sana.

Bagaimana mereka memperoleh air bersih? Setiap hari warga Oeoue yang tinggal dilereng bukit harus  turun bukit dan menerobos hutan kramat dengan jarak beberapa kilometer.

Menurut Haris, warga setempat saat dimintai keterangan menyatakan  bahwa mereka sebagai kaum minoritas perlu mendapatkan perhatian baik pemerintah pusat dan daerah. "Padahal kampung kami ini ada 500 kepala keluarga. Nah kalau jalan kondisinya masih seperti ini, masih bebatuan kapur. Yang paling susah itu memperoleh air bersih, pada hal sebagai muslim yang taat air sangat kami butuhkan untuk membersihkan diri, terutama untuk wudhu," ujarnya.

"Jadi kalau memperoleh air bersih harus ke lembah dan di sana ada mata air tempat kami semua menggantungkan hidup. Air itu kami jaga. Juga kelestarian hutan juga kami jaga betul agar ketersediaan air tetap leatari dan bisa digunakan warga," tambah dia.

Maka,  hukum adat pun diterapkan. Siapa pun yang menebang kayu, buang hajat, membakar atau ketahuan merusak hutan maka akan dikenakan sanksi adat."Mereka harus membayar satu ekor sapi atau berkarung-karung beras," ucapnya. Zulkifli menuturkan bahwa kaum muslim minoritas di NTT ini tetap semangat menjalani hidup, sebab Allah pasti memberikan kemudahan. "Kita bersyukur dengan kebinekaan di NTT. Kita hidup rukun antar sesama," ucapnya.

Zulkifli, juga menyatakan kini tujuh mata air sudah disediakan bak penampungan air oleh Dompet Duafa. "Tapi masalah belum selesai. Sebab air yang sudah terhimpun tidak bisa masuk ke rumah-rumah," ujarnya.

Melengkapi kondisi ini Yayasan Darul Rizki membantu mereka dengan memberikan mesin pendorong air, pipa-pipa dan genset. "Alhamdulillah sejak berabad-abad lamanya air bisa masuk ke rumah-rumah," ungkapnya. Dia bersyukur bantuan dari saudara-saudara muslim di Jakarta, Seperti Yayasan Darul Rizki binaan Ibu Hj Ermi Yuspa bisa dirasakan langsung manfaatnya secara langsung.

Saat dimintai keterangan, Ermi berharap agar ketersediaan air pada saat ini bisa dijaga dan danfaatkan untuk terus menjaga keimanan dan ketaqwaan. Adanya air, dia menjelaskan, bisa digunakan untuk kebutuhan ibadah, sholat dan mandi cuci dan kakus.Ke depan, lanjut Ermi, ketersediaan listrik dan sarana dan prasarana pendidikan akan diusahakan setelah melakukan renovasi masjid. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement