REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Direktur Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Hilman Nugroho mengatakan butuh waktu 48 tahun untuk memperbaiki lahan kritis di Indonesia. Hilman mengatakan lahan Indonesia saat ini seluas 192 juta hektare dan 24,3 juta hektare di antaranya merupakan lahan kritis.
"APBN untuk menyelesaikan lahan kritis itu hanya untuk 500 hektare pertahun, jadi perlu 48 tahun untuk menyelesaikan lahan kritis di Indonesia," kata Hilman, usai memberikan kuliah umum dan penandatanganan MoU Kementerian LHK dengan dunia pendidikan tingkat tinggi di Universitas Jambi, Jumat (7/10).
Oleh karena itu, selain melalui APBN juga dibutuhkan kerja sama lain dalam merehabilitasi lahan dan hutan di Indonesia seperti kerja sama KLHK bersama Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama dan Kementerian Ristek Dikti. Beberapa upaya yang telah dilakukan seperti siswa SD, SMP dan SMA serta mahasiswa diwajibkan menanam lima pohon. Begitu juga nantinya dengan pasangan pengantin juga diharuskan menanam pohon.
"Kalau ini ditata dengan baik, maka tidak perlu 48 tahun memperbaiki lahan kritis. Cukup 20 tahun saja," katanya.
Sementara untuk kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) khususnya di Jambi akibat aktivitas penambangan emas ilegal, Hilman mengatakan perlu dilakukan reklamasi sebagai upaya mengembalikan fungsi DAS. Namun jika DAS tidak bisa lagi direklamasi, maka pihak yang bertanggung jawab atas kerusakan itu diharuskan menaman pohon seluas jumlah kerusakan di tempat lain.
Sementara itu, Gubernur Jambi Zumi Zola mengatakan seluas 534 ribu hektare lebih lahan di wilayahnya baik di dalam kawasan hutan maupun luar kawasan dinyatakan kritis. "Jika tidak dilakukan langkah-langkah tepat, dikhawatirkan luasan kawasan kritis ini akan terus bertambah dan dapat memicu bencana seperti banjir, longsor dan kekeringan. Sebab itu perlu upaya meminimalisir meluasnya lahan kritis," kata Zola.