REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru besar Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf menilai Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) diperlukan oleh pemerintah untuk menentukan arah pembangunan bangsa. Menurut dia, GBHN akan memberikan arah pembangunan yang lebih jelas kepada pemerintah dibandingkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
Asep menilai, RPJPN sebagai acuan rencana pembangunan jangka panjang pemerintah justru memberikan arah pembangunan yang tak jelas. Sebab, RPJPN selalu berubah-ubah setiap pemilu sehingga mempengaruhi arah pembangunan yang akan dicapai.
"RPJPN itu bisa mengganti GBHN. Tapi belakangan kita merasakan kita tidak jelas arah pembangunan ke depan seperti apa. Setiap pemilu berubah sistemnya, aturannya selalu diubah-ubah. Dalam dunia ekonomi dan hukum juga kita tidak tahu mengarah ke mana. Kita tidak punya tujuan ekonomi jangka panjang," kata Asep, Ahad (9/10).
Asep mengatakan, RPJPN yang sekarang ini menjadi acuan rencana pembangunan bangsa terkesan hanya dijalankan oleh pemerintah selama menjabat dan melaksanakan tugasnya selama lima tahun. Bahkan, menurut dia, pelaksanaan pembangunanan pun juga tak sesuai dengan RPJPN yang telah ditetapkan. Sehingga RPJPN, kata Asep, hanya merupakan rencana pemerintah dan bukan sebagai haluan negara. Karena itu, diperlukan acuan pembangunan jangka panjang seperti GBHN.
"RPJPN itu sektoral. RPJPN ke RPJMN sangat sumir. Arahnya pembangunan gak jelas. Terkesan RPJPN itu hanya untuk presiden menjalankan pemerintahan 5 tahun, yang kadang-kadang menyimpang. Kalau ada Tap MPR kita akan mengacu betul pada Tap MPR yang disepakati," tambah dia.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, jika wacana dihidupkannya kembali GBHN memang akan dilakukan, maka perlu dipertimbangkan terlebih dahulu substansi dari GBHN tersebut bersama dengan berbagai elemen masyarakat sebelum dilakukan perubahan konstitusi.
"Harus ada perubahan konstitusi, yang menempatkan MPR sebagai apa dan tugasnya apa tanpa meninggalkan sistem pilpres langsung," kata Asep.