Ahad 09 Oct 2016 23:09 WIB

Tekanan untuk Trump Makin Intens pada Debat Kedua

Calon presiden Partai Republik AS Donald Trump dan Calon presiden Partai Demokrat Hillary Clinton sebelum debat dimulai di Hofstra University, Hempstead, New York, Senin, 26 September 2016.
Foto: AP Photo/ Evan Vucci
Calon presiden Partai Republik AS Donald Trump dan Calon presiden Partai Demokrat Hillary Clinton sebelum debat dimulai di Hofstra University, Hempstead, New York, Senin, 26 September 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik Donald Trump yang menghadapi dukungan menipis dari partainya atas pernyataan cabul tentang wanita masuk ke dalam debat capres kedua melawan capres partai Demokrat Hillary Clinton harus menunjukkan dia tetap menjadi calon yang kredibel.

Tekanan terhadap Trump yang berusia 70 tahun itu dalam debat kedua akan intens. Trump tidak hanya harus menangkis serangan dari Hillary dan menjelaskan mengapa ia adalah capres yang lebih baik, dia juga harus menunjukkan permintaan maaf untuk menghentikan lebih banyak lagi pendukung dari partai Republik yang memilih berhenti mendukungnya.

Trump sudah memiliki perjuangan yang berat untuk memenangkan Gedung Putih pada pemilu 8 November sebelum pengungkapan video pada 2005 di mana ia terdengar berbicara kasar tentang wanita. Sebuah jajak pendapat dari Reuters-Ipsos menunjukkan bahwa Hillary memimpin dengan lima poin pada Jumat, sebelum video pernyataan cabul Trump muncul. Sekarang, pertanyaannya adalah apakah semua perjuangan Trump untuk kursi presiden telah berakhir.

Kontroversi terbaru itu menambahkan aroma ketidakpastian untuk acara debat capres AS yang akan berlangsung di Washington University di St Louis. Acara debat itu merupakan yang kedua dari tiga debat presiden yang dijadwalkan sebagai kontes pemilihan AS yang telah berlangsung lama dan memasuki pekan-pekan terakhir.

Debat kedua itu akan menjadi perdebatan bergaya balai kota dengan para pemilih mengajukan sebagian dari sejumlah pertanyaan dan dua moderator debat memberikan beberapa pertanyaan lainnya. Calon wakil presiden pasangan Trump, Mike Pence, mengatakan pada Ahad (9/10) Trump perlu menunjukkan penyesalan atas komentar cabulnya tentang wanita.

"Kami berdoa untuk keluarganya dan berharap ada kesempatan untuk menunjukkan apa yang ada di hatinya saat ia berjalan di depan bangsa ini besok malam," kata Pence dalam sebuah pernyataan, dikutip Antara News.

Krisis telah menempatkan Komite Nasional Partai Republik di tempat yang ketat dengan waktu kurang dari sebulan sampai menuju hari pemilihan pada 8 November.

Trump harus mengundurkan diri dari nominasi capres untuk memungkinkan para pemimpin partai Republik untuk memilih penggantinya. Namun, pengusaha New York itu tidak menunjukkan tanda-tanda mundur meskipun seruan mundur dari para pemimpin Republik semakin meningkat untuk membiarkan Pence menjadi calon presiden pengganti.

"Media dan perkembangan yang ada amat sangat menginginkan saya keluar dari pertarungan - saya tidak akan pernah keluar dari pertandingan, tidak akan pernah mengecewakan pendukung saya!," kata Trump di akun media sosial Twitter dari Trump Tower pada Ahad di New York.

Dalam debat pertama, pada 26 September, Trump berulang kali berada pada posisi defensif melawan komentar Hillary. Dia tidak pernah membiarkan tuduhan dari Hillary berlalu tanpa terjawab, dan sebagai hasilnya ia kehilangan kesempatan untuk menggunakan waktunya berbicara untuk menarik perhatian menuju kelemahan Clinton.

Orang-orang partai Republik mengatakan Trump perlu bertindak lebih seperti Pence, yang dianggap sebagai pemenang dalam debat calon wakil presiden melawan saingannya dari Demokrat, Tim Kaine pekan lalu. Ahli strategi Partai Republik Ron Bonjean mengatakan, ada banyak hal yang Trump bisa pelajari dari Pence, yang tidak repot-repot untuk menanggapi tuduhan Kaine, dan tampak tenang dan tidak terusik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement