REPUBLIKA.CO.ID, Sebuah penelitian terbaru dari State University of New York menunjukkan fakta mencengangkan, bahwa aktivitas menelan sperma membantu perempuan merasa lebih bahagia karena efek "mengubah mood" dari sperma.
Penelitian yang melibatkan kurang lebih 293 perempuan itu, memang tidak praktik secara langsung, hanya dengan metode survei.
Penelitian ini disebut-sebut melengkapi sejumlah riset sebelumnya yang menyatakan cairan sperma mengandung senyawa kimia yang dapat membangkitkan mood, kasih sayang, kualitas tidur, dan paling tidak tiga senyawa antidepresan.
Lantas, bagaimana pandangan agama menyikapi hal ini? Syekh Abdurrahman al-Barrak pernah mengeluarkan fatwa tentang hukum menelan sperma bagi perempuan.
Menelan sperma hukumnya haram. Pelarangan ini merujuk dalam sejumlah argemuntasi.
Pertama, aktivitas tersebut menyebabkan masuknya najis ke mulut perempuan, dan tidak ada jaminan apapun, sterilnya sperma yang ditelan dari najis.
Apalagi bila didahului oleh air mani atau cairan yang keluar saat rangsangan (madzi) dan air yang tersisa dari buang air kecil.
Ini bukan hanya asumsi, tetapi sudah pada level (al-ma’anah), atau level yakin. Maka, syariat mencegah hal tersebut.
Kedua, meskipun ada pendapat sejumlah ulama bahwa air sperma itu suci, seperti pandangan Mazhab Syafi’i, tetapi mereka menegaskan air tersebut tidak boleh ditelan.
Ini karena meski ia suci, tetapi dikategorikan barang yang mengandung unsur menjijikkan. “Dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (QS al-A’raf [7]: 157).
Imam an-Nawawi dalam kitabnya, al-Majmu’, pernah ditanya tentang hukum mengonsumsi sperma? Ia menjawab, ada dua pendapat, namun yang benar dan populer adalah hukumnya tidak boleh, karena aktivitas itu, termasuk menjijikkan.
Ketiga, selain itu pula, kebiasaan di risalah samawi sepanjang zaman, tak melakukan hal itu. Maka, dalam konteks kaidah fikih, kebiasaan bisi dijadikan patron hukum. Aktivitas ini adalah kebiasaan orang-orang non-Muslim, dan para pelaku zina yang hanya mengedapankan kepentingan birahi.