REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Perminyakan Indonesia atau Indonesia Petroleum Association (IPA) meminta pemerintah membuka keran impor gas. IPA beralasan tingkat keekonomian lapangan di Indonesia kurang memungkinkan tercapainya penurunan harga gas seperti keinginan Presiden Joko Widodo.
Pengamat energi dari Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto menilai sah-sah saja jika opsi pembukaan keran impor gas dilakukan. Namun yang paling penting, menurut dia, evaluasi terhadap semua segmen industri perlu dilakukan.
Berbicara tentang impor gas, kata Agung, sebenarnya sudah diterapkan. Namun hal itu tidak membuat harga gas bumi untuk sektor industri turun.
"Itu maksudnya karena harga gas di luar lebih murah daripada gas yang diproduksi di lapangan Indonesia. Memang itu sudah dilakukan, hanya kan yang punya infrastruktur terbatas," kata Agung kepada Republika.co.id, Senin (10/10).
Agung berpendapat, pemerintah perlu mengevaluasi harga gas di hulu, kemudian saat di distribusikan (midstream), hingga ke hilir. kemudian unsur-unsur tersebut, menurut dia perlu duduk bersama mencapai kata sepakat jika ingin mengejar target penurunan harga dalam dua bulan.
"Saya berpandangan hulu juga perlu dilihat. Bahwa impor mau dilakukan, silakan saja, tapi hulunya juga dilihat," ujar Agung.