REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Energi dari Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menilai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menurunkan harga gas dalam dua bulan ke depan kurang realistis. Menurut dia hal itu melibatkan banyak pelaku industri dari hulu ke hilir.
"Ini kan instruksinya supaya cepat. Tapi kalau orang tahu bisnisnya pasti tidak akan bisa seperti itu," kata Agung kepada Republika,co.id, Senin (10/10).
Ia menjelaskan, pelaku industri di sektor hulu tentu masih terikat kontrak. Ini terkait proses jual beli antara produsen dan konsumen.
"Artinya antara produsen dan yang beli gas harus duduk bersama dulu, jadi sebetulnya yang tidak realistis instruksinya," ujar Agung menambahkan.
Presiden Jokowi mengistruksikan para Menteri menurunkan harga gas hingga di bawah 6 dolar AS per MMBTU paling lambat akhir November 2016. Saat ini harga gas di Indonesia berada pada kisaran 9,5 dolar AS per MMBTU.