REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah II Gorontalo, Syamsudin Hadju mengatakan, pihaknya telah melepasliarkan puluhan penyu lekang (Lepidochekys olivacea) kembali ke perairan di sekitar Cagar Alam Panua.
"Penyu berjumlah 21 ekor yang merupakan hasil penangkaran petugas selama beberapa bulan, ada juga yang sampai dua tahun baru kami lepas. Telur penyu ditemukan di pantai Cagar Alam Panua lalu dievakuasi ke tempat penangkaran," ujarnya di Gorontalo, Senin.
Menurut dia, penangkaran terhadap telur-telur tersebut perlu untuk mencegah adanya pemangsa lain di alam sehingga dapat menjaga populasi hewan yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 itu.
Selain penyu, petugas Cagar Alam Panua juga menangkarkan telur burung maleo (Macrocephalon maleo) yang bertelur di kawasan tersebut setiap saat.
Panua diambil dari bahasa Gorontalo yang berarti burung maleo. Kawasan ini ditetapkan sebagai Cagar Alam Panua melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia dengan nomor 471/Kpts-11/1992 dengan luas mencapai 45.575 hektar.
Selain di Cagar Alam Panua, BKSDA juga menangkarkan telur penyu di Desa Dunu, Kecamatan Monano Kabupaten Gorontalo Utara. Tukik yang dipelihara di desa tersebut dilepaskan ke Cagar Alam Popaya Mas Raja yang terdapat di tiga pulau di seberang desa.
Cagar alam di kawasan itu terdiri atas Pulau Mas, Pulau Popaya dan Pulau Raja. Total luasnya sekitar 160 hektare. Pulau Raja memiliki luas terbesar yaitu 158 hektare.
Sedangkan Pulau Popaya memiliki luas satu hektare lebih dan Pulau Mas kurang dari satu hektare
Biota yang khas di Mas Popaya Raja adalah penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu tempayan (Caretta caretta).