REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus, Bareskrim Polri bertolak ke Denpasar, Bali untuk memeriksa napi berinisial AH. Ia diduga menjadi otak dari kasus pembuatan dan peredaran uang palsu.
"Penyidik mau ke Denpasar hari ini untuk memeriksa AH. Dia otak kasus peredaran uang palsu di Ungaran, Jawa Tengah," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya, di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (11/10).
Menurutnya, AH sendiri dipenjara atas kasus yang sama yakni uang palsu. Dalam kasus ini, AH memerintahkan anaknya, S untuk membuat uang palsu di kontrakannya di wilayah Banyumanik, Semarang, Jateng. Polisi telah menangkap S beserta tiga tersangka lainnya H, Y, M yang berperan membantu pembuatan dan mengedarkan uang palsu. Keempat tersangka ditangkap secara berurutan dari Kamis (6/10) hingga Jumat (7/10) dini hari di lokasi yang berbeda di Semarang dan sekitarnya.
Dalam pengusutan kasus ini, penyidik telah menggeledah kontrakan S dan menemukan barang bukti alat pembuat uang palsu seperti sablon, alat cetak, printer hingga alat pemotong. Agung berujar komplotan ini sudah melakukan aksinya selama empat tahun.
"Penyebarannya sudah ke sepuluh provinsi," katanya.
Kesepuluh provinsi tersebut yakni Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Lampung dan Sumatera Selatan. Ia menambahkan, selama empat tahun beroperasi, komplotan tersebut telah menghasilkan uang palsu pecahan Rp100 ribu dengan nilai mencapai Rp2 miliar.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 36 Ayat 1,2 dan 3 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dengan ancamam hukuman maksimal 15 tahun penjara.