REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pendidikan Madrasah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama, Mochsen menilai, Rancangan Undang-Undang Madrasah dan Pondok Pesantren diharapkan dapat memberikan perhatian pada pesantren. Sebab, perhatian terhadap pesantren belum kontinyu dan dan baru mendapat afirmasi apa adanya.
''Sudah saatnya. Pernyataan hari santri juga kan jadi pengakuan atas pesantren, maka harus ada aksi nyata,'' kata Mochsen, Selasa (11/10).
Menurutnya, UU Sisdiknas tidak membedakan negeri dan swasta, tapi karena pesantren dianggap tidak memberi kontribusi angka partisipasi kasar (APK) pendidikan, ini yang perlu diregulasi sedemikian sehingga semua mendapat kesetaraan dan afirmasi.
Agar dapat diperhitungkan berkontribusi pada APK, Kemenag sudah memberi ruang pendidikan formal di pesantren semisal Ma'had Aly di pesantren. Saat ini, secara nasional ada sekitar 28 ribu pesantren dimana 49 persennya sudah memiliki satuan pendidikan formal sementara 51 persen sisanya belum.
Sebelumnya, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR menginisiasi rancangan undang-undang (RUU) pendidikan madrasah dan pondok pesantren. RUU ini diusulkan PKB sebagai respons kurangnya perhatian negara terhadap pendidikan madrasah dan pondok pesantren.
Nahdlatul Ulama (NU) juga mendukung hal ini. Sebab, pesantren dinilai telah ikut melahirkan tokoh bangsa, ulama, dan para pemikir visioner dalam pergerakan kemerdekaan RI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika.