REPUBLIKA.CO.ID, RAKHINE -- Polisi mengungkapkan dua orang yang ditangkap dari penggerebekan tidak berasal dari Rakhine. Tapi, dua orang itu berdalih serangan ke kantor polisi dilakukan dengan bantuan penduduk setempat.
Setidaknya 24 orang yang terdiri dari sembilan polisi dan 15 warga sipil, tewas akibat kerusuhan yang terjadi di tiga pos polisi di Maungdaw dan Yathay Taung. Dua daerah di Rakhine itu sebagian besar ditempati oleh penduduk Muslim Rohingya, yang sampai sekarang masih belum memiliki warga negara.
"Mereka bukan warga negara Myanmar atau penduduk lokal Bengali," kata seorang perwira polisi di Sittwe, seperti dilansir Anadolu Agency, Selasa (11/10).
Namun, Kepolisian Myanmar sampai saat ini masih menolak memberikan komentar, terkait dugaan kalau pelaku berasal dari Bangladesh. Saat ini, dinilai bukan waktu yang tepat mengungkapkan negara maupun organisasi yang menjadi asal dari para pelaku.
Bulan lalu, pemerintah daerah Rakhine berencana menghancurkan 3.000 lebih bangunan keagamaan, termasuk 12 masjid dan 35 madrasah. Ternyata, rencana itu digunakan pemerintah untuk mengklaim serangan itu dilakukan warga Rohingya, sebagai serangan balasan kepada pemerintah.
Sejak awal serangan, Ahad (9/10), kelompok advokasi Rohingya menyuarakan keprihatinan atas apa yang dilakukan tentara Myanmar terhadap minoritas Muslim. Mereka menekankan kalau penangkapan massal tengah berlangsung, dan menyatakan 10 warga sipil tewas dan banyak wanita Rohingnya ditangkap.