Rabu 12 Oct 2016 13:59 WIB

Manuskrip Ulama Nusantara Masih Relevan Hingga Kini

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agus Yulianto
Tenaga ahli tengah melakukan perawatan terhadap manuskrip kuno
Foto: Republika/Siwi Tri Puji
Tenaga ahli tengah melakukan perawatan terhadap manuskrip kuno

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manuskrip ulama Nusantara dinilai masih relevan hingga saat ini. Selain tak hanya berisi ibadah ritual, manuskrip para ulama Nusantara juga mengedepankan konsep Islam yang moderat dan mengedepankan kedamaian.

Mengawali Semiloka Manuskrip Ulama Nusantara Se-Asia Tenggara, Rabu (12/10), Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, pembahasan manuskrip-manuskrip ulama Nusantara merupakan hal penting. Pasalnya, substansi dalam manuskrip para ulama masih relevan bagi masyarakat ASEAN dalam upaya penguatan peradaban di kawasan.

"Sehingga kelak, diharapkan, lahir peradaban masyarakar ASEAN yang religius, madani, dan berkemajuan. Substansi manuskrip ulama juga tidak hanya berisi ibadah praktis, tapi juga menjawab masalah teologi, tasawuf, akidah, dan isu-isu sosial politik yang masih relevan hingga saat ini," kata Lukman.

Dia mencontohkan, manusktip Hamzah Fansuri, Nuruddin Arraniriy, Nawawi Albantani, Sheik Ahmad Dimyati, Walisongo mengajarkan hal-hal yang masih relevan dewasa ini. Baik teologis atau fiqih keumatan berbangsa. Manuskrip para ulama yang berpaham sunni, justru jadi kebutuhan umat. Ini bisa jadi alat efektif menyatukan perbedaan pandangan yang sebelumnya dipertentangkan.

"Banyak manuskrip ulama Nusantara yang mengajarkan pola pikir moderat, toleran, reformatif, dinaamis, dan metodologis yang bisa diletakkan pada tatanan umat untuk menghargai perbedaan. Ini bisa menjembatani perbedaan paham keislamnan yang tengah berlangsung dewasa ini sekaligus menghindari pertumbuhan paham-paham ekstrim," tutur Lukman.

Pengembangan maskimal manuskrip ulama Nusantara untuk membentuk dan membangun umat yang moderat di Indonesia dan dunia. Yang tentunya mengedepankan Islam sebagai rahmat, kedamaian, kerukukan dalam kehidupan jelas dibutuhkan. Dalan intensifikasi dan ektensifikasi program pengembangan manuskrip ulama, maka eksplorasi, konservasi, dan kajian manuskrip diharapkan bisa menghasilkan intisari nilai bagi peradaban.

"Forum ilmiah yang membahas manuskrip para ulama, bisa mengakomodasi ide para ahli dan ditindaklanjuti dalam kerja sama antar lembaga baik nasional maupun regional," ujar Menag.

Dalam lima tahun terakhir Puslit Lektur dan Khazanah Keagaamaan Badan Litbang dan Diklat Kemenag telah menginventarisasi dan mengeksplorlasi sekitar 5.000 karya manuskrip ulama Nusantara. Tapi, masih terdapat puluhan ribu manuskrip yang masih belum digarap di berbagai perpustakaan luar negeri maupun regional.

"Manuskrip yang tersebar sebagiannya dalam keadaan kurang baik karena kurang dikelolaan, kesadaran masyarakat akan pentingnya manuskrip masih rendah, dan keterbatasan anggaran. Butuh pengelolaan manuskrip yang lebih terorganisasi dan profesional," tutur Menag.

Maka, pengembangan dan promosi manuskrip ulama nasional ini berfungsi penting dalam. Sebab substansi dalam manuskrip itu memiliki peran menguatkan peradaban umat. Selain itu, para ahli bisa juga mendiskusikan seputar pernaskahan misalnya transliterasi manuskrip berbahasa Arab ke bahasa melayu ASEAN. Sebab, bahasa melayu ASEAN sebagai bahasa pergaulan sudah jadi amanat masyarakat ASEAN di tengah globalisasi yang memengaruhi tatanan global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement