REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak menilai ada dua kemungkinan yang terjadi terkait informasi hilangnya dokumen hasil Tim Pencari Fakta (TPF) kematian aktifis Munir. Pertama dokumen sengaja dihilangkan untuk fakta kejahatan HAM masa lalu. Kedua, hilangnya dokumen TPF kematian Munir membuktikan manajemen data dan arsip di Indonesia bermasalah.
“Karena arsip-arsip penting diabaikan,” ujar Dahnil kepada Republika, Rabu (12/10).
Dari dua hal tersebut, menurut Dahnil, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla tidak menunjukkan komitmen terhadap penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. Padahal, kata Dahnil, isu penyelesaian HAM masa lalu merupaan janji Jokowi-JK saat masa kampanye dulu. Sebab itu, Dahnil melihat isu ini merupakan hutang yang belum dibayar oleh pemerintahan Jokowi-JK. Mereka menggunakan isu ini untuk dijual ke publik demi mendapatkan simpati rakyat.
“Sayangnya hutan itu dicicil saja belum sama sekali apalagi dilunasi hutang kampanye HAM tersebut,” kata Dahnil.
Sebelumnya, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar meminta hilangnya dokumen TPF harus diusut. Dokumen hasil investigasi TPF kematian Munir seharusnya dipegang oleh Sekretariat Negara.
Hilangnya dokumen tersebut menyusul pernyataan dari Sekretarian Negara yang menyebut tak memiliki dokumen hasil TPF kasus Munir. Padahal munurut mantan anggota TPF , Hendardi dan Usman Hamid, dokumen tersebut telah diserahkan ke Istana Negara pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).