REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Proyek PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) batu bara Ekspansi Fase II yang berlokasi di Desa Karangkandri Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap, resmi dimulai pembangunannya, Selasa (12/2). Dimulainya proyek PLTU berkapasitas 1 x 1.000 megawatt (MW) ini ditandai dengan peletakkan batu pertama.
Peletakan batu pertama ini dihadiri Direktur Pengadaan PT PLN Supangkat Iwan Santoso, Dirut PT SSP (Sumber Segara Primadaya) M Rosul, pejabat dari PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) dan sejumlah pimpinan perusahaan investor dari Cina. Menurut Iwan, dengan dimulainya proyek pembangunan PLTU ekspansi fase II direncanakan daya listrik hasil produksi PLTU ini sudah bisa masuk ke sistem transmisi Jawa Bali, pada awal 2020.
"Keberadaan PLTU ini akan makin memperkuat kapasitas terpasang sistem interkoneksi Jawa-Bali, sebagai bagian dari program pengadaan listrik 35 ribu MW yang ditetapkan Presiden Jokowi," jelas Iwan, seusai acara.
Iwan juga menyebutkan, PT SSP dan PT PJB sebelumnya juga telah menyelesaikan pembangunan PLTU Cilacap Fase I di lokasi yang sama dengan kapasitas 1 kali 660 MW. "Transmisinya juga sudah selesai dibangun, dan saat ini sudah mulai masuk ke sistem interkoneksi," jelasnya.
Mengenai PLTU Ekpansi Fase II, dia menyatakan pembangkit ini merupakan pembangkit dengan kapasitas produksi terbesar yang saat ini sudah dimulai pembangunannya. "Yang lain, yang juga memiliki kapasitas 1 x 1000 MW, akan segera menyusul tahun ini. Tapi yang di Cilacap ini yang pertama dimulai pembangunannya," jelasnya.
Lebih dari itu, Iwan menyebutkan, pembangkit yang ada di PLTU Ekspansi Fase II ini juga merupakan pembangkit yang memiliki efisiensi paling tinggi. Bila pembangkit berbahan bakar batubara lainnya memiliki ingkat efeisensi 34-37 persen, maka PLTU Ekspansi Fase II memiliki tingkat efisiensi hingga 45 persen.
Hal ini ditandai dengan kemampuan pembangkit yang bila dirata-rata mampu menghasilkan energi listrik sebesar 2,1 kwh per kg batu bara yang digunakan. Sementara pembangkit yang lain, hanya mampu menghasilkan di bawah 2 kwh per kg batu bara. "Semakin efeisen pembangkit yang digunakan, maka PLTU tersebut tentu akan semakin ramah lingkungan," jelasnya.
Sedangkan kebutuhan batu baranya, khusus untuk PLTU Ekspansi Fase II ini membutuhkan sekitar 4-5 juta ton batu bara per tahun. Seluruh bahan bakar tersebut didatangkan dari Kalimantan dan Sumatra.
Mengenai nilai investasi yang ditanamkan, Dirut PT SSP M Rosul menambahkan kebutuhan dana untuk pembangunan PLTU Ekspansi Fase II ini, membutuhkan dana sebesar 1,4 miliar dolar AS. "Dana tersebut berasal dari dana pinjaman Bank of China dan China Development Bank sebesar 1 miliar dolar AS, serta komitmen dari bank BRI sebesar 300-400 juta dolar AS," jelasnya.
Rosul juga menyebutkan, rencananya pembangunan PLTU Ekspansi Fase II akan membutuhkan waktu selama 39 bulan, atau selesai sekitar akhir tahun 2019. Namun dia menyatakan, pembangunan proyek tersebut bisa dilakukan percepatan sehingga bisa segera ikut memasok kebutuhan listrik nasional.
"Dengan pengalaman yang kami miliki dalam proyak sebelumnya, kami optimistis proyek pembangunan PLTU Ekspansi II ini bisa selesai sekitar pertengahan tahun 2019, atau memakan waktu sekitar 36 bulan. Dengan demikian, tidak sampai 39 bulan," katanya.
Mengenai lokal konten yang digunakan, Iwan mengakui, lokal konten pembangunan proyek ini baru berkisar 20-30 persen, termasuk pekerjaan teknik sipilnya. Hal ini menurutnya, karena teknologi yang digunakan masih tergolong tinggi, sehingga belum bisa dipenuhi dari pasokan lokal.
Sedangkan mengenai tenaga kerja, Iwan berharap agar pengerjaan proyek bisa sebesar-besarnya mennggunakan tenaga kerja lokal. Namun demikian dia menyatakan, untuk awal pembangunan kemungkinan cukup banyak tenaga kerja asing yang akan mengerjakan karena kebutuhan tenaga ahli dalam proses pembangunannya.