REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Mantan perdana menteri Australia Julia Gillard memperingatkan perempuan yang ingin masuk ke dunia politik harus bersiap menerima ancaman pemerkosaan dalam menggambarkan susahnya menjadi politisi perempuan.
Gillard berbicara mengenai mengenai pengalamannya sendiri ketika menjadi perdana menteri perempuan pertama di Australia mengenai adanya perbedaan yang diterima politisi laki-laki dan perempuan. Julia Gillard berbicara guna mengenang Jo Cox, anggota parlemen perempuan Inggris yang tewas ditembak di daerah pemilihannya di Inggris utara Juni lalu.
Berbicara di London, Gillard mengatakan meninggalnya Cox memberi dampak bagi para perempuan yang mencalonkan diri bagi pemilihan di Australia. Dia mengatakan mereka sangat terpukul dengan kejadian tersebut.
"Berdiri di tempat keramaian, dan memberikan selebaran di stasiun kereta, mereka untuk pertama kalinya akan bertanya-tanya 'apakah kami aman'. Ancaman kekerasan semakin sering terjadi bagi wanita yang bekerja untuk kepentingan umum. Dulu kalau kita ingin mengkritik tokoh publik, umumnya kita harus menyebut nama untuk mengkritik mereka" katanya.
"Ini bisa berbentuk ancaman pembunuhan yang terinci, atau ancaman kekerasan terhadap keluarga, teman atau staf. Dan tentu saja, sebagai wanita yang bekerja untuk publik, ancaman yang diterima bentuknya bisa lebih aneh. Ancaman kekerasan, pemerkosaan sering diterima. Politisi perempuan bisa menerima ancaman ini setiap hari."
Beberapa waktu lalu, Wakil Pemimpin Oposisi Australia dari Partai Buruh Tanya Plibersek juga berbicara mengenai ancama pemerkosaan yang diterimanya ketika aktif di kegiatan politik semasa mahasiswa.
Tindak diskriminasi karena jenis kelamin
Dalam kesempatan di London tersebut, Gillard mengatakan perempuan yang memasuki politik akan menghadapi apa yang disebut sexism and misogyny, dengan menggambarkan apa yang dialaminya ketika menjadi perdana menteri Australia di Juni 2010.
(Sexism adalah praduga, atau pandangan tertentu terhadap seseorang berdasarkan jenis kelamin, biasanya ditujukan kepada perempuan. Sedangkan misogyny adalah ketidaksukaan atau praduga buruk terhadap perempuan).
"Bila anda seorang politkusi perempuan, rasanya kita tidak bisa menang ketika menjawab pertanyaan soal keluarga. Bila kita tidak memiliki anak, maka kita akan disebut tidak bersentuhan dengan 'kehidupan mayoritas orang'. Bila kita punya anak, maka, siapa yang mengurusi mereka? Saya bahkan sudah diejek oleh seorang senator senior yang berpandangan konservatif sebagai 'sengaja berusaha tidak punya anak," katanya.
Julia Gillard juga mengatakan Perdana Menteri Inggris Theresa May juga mengalami pemberitaan yang senada karena tidak memiliki anak dan menambahkan calon presiden Amerika Serikat Hillary Clinton juga menghadapi berbagai kecaman.
Komentar Gillard ini muncul empat tahun setelah Julia Gillard membuat gempar dunia pemberitaan setelah menyebut pemimpin oposisi ketika itu, Tony Abbott seorang misogynist di parlemen. Hillary Clinton juga sebelumnya mengecam perlakuan diskriminasi yang dialami sehubungan dengan jenis kelamin tersebut yang dialami Gillard.