REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, menantang Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan PBB untuk menyelidiki perang terhadap narkoba yang sedang dilakukan Filipina. Pada Kamis (13/10), Duterte bahkan menyebut mereka "bodoh".
Ia mengatakan, Filipina sangat terbuka jika Barat ingin melakukan penyelidikan, dengan syarat ia mendapatkan hak untuk didengarkan. Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS John Kerry, Uni Eropa, dan Komisi Hak Asasi Manusia PBB menuduh Duterte melakukan pembunuhan di luar jalur hukum.
"Saya sangat yakin mereka tidak bisa lebih baik dari saya. Saya akan mengajukan lima pertanyaan yang akan mempermalukan mereka. Tunggu saja, hal itu akan menjadi tontonan menarik," ujar Duterte.
Pernyataan tersebut dilontarkan Duterte saat ia berpidato di depan ratusan pebisnis. Ia menuturkan, perang narkoba dilakukan untuk menyelamatkan generasi muda Filipina dari dampak buruk obat-obatan terlarang.
Hampir 2.300 orang tewas dalam operasi memerangi narkoba sejak pertama kali dimulai pada 30 Juni, lalu. Menurut polisi, sebanyak 1.566 di antaranya adalah tersangka pengedar narkoba.
Polisi sebelumnya mengatakan, ada lebih dari 3.600 orang tewas. Namun, banyak kasus pembunuhan yang tidak berkaitan dengan obat-obatan terlarang.
Pada Rabu (12/10), Duterte mengatakan, dia secara resmi telah mengundang PBB untuk menyelidiki perang narkotika yang dianggap sebagai bentuk eksekusi di luar hukum. "Pihak-pihak bodoh itu pikir mereka bisa melakukan apapun karena Filipina adalah sebuah negara kecil. Mungkin Tuhan tidak memberi kita banyak uang, tapi kita memiliki otak," kata dia.