REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) meminta Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menyidik laporan kasus yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok usai Pemilihan Kepala Daerah 2017. "Kami ingatkan agar Polri tidak dijadikan alat politik," kata Direktur Eksekutif Lemkapi Edi Hasibuan melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Edi mengatakan penyidik Mabes Polri dapat melakukan penyelidikan, sementara namun tidak masuk penyidikan hingga selesai pelaksanan Pilkada DKI Jakarta 2017.
Menurut mantan komisioner Kompolnas itu, kerap muncul kasus serupa pada sejumlah pilkada untuk melemahkan salah satu bakal calon kepala daerah. Edi juga mengimbau seluruh elemen masyarakat turut menjaga keamanan ketertiban masyarakat dan tidak terprovokasi yang bertujuan mengganggu situasi dan menggagalkan pilkada. Edi menambahkan Polri juga harus menjaga netralitas atau tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon kepala daerah.
Sebelumnya, dua organisasi masyarakat yakni Forum Anti Penistaan Agama (FUPA) dan Pemuda Muhammadiyah melaporkan Ahok terkait dugaan penistaan agama ke Polda Metro Jaya yang dilimpahkan ke Mabes Polri. FUPA yang terdiri dari Ikatan Keluarga Alumni Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (IKA UMSU) se-Jabodetabek, Keluarga Alumni Universitas Muhammadiyah se-Nusantara (Kauman) dan Lembaga Advoksi Konsumen Muslim Indonesia (LAKMI) melaporkan Ahok ke Polda Metro Jaya.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/4858/X/2016/PMJ/Dit.Reskrimum, FUPA melaporkan Ahok dugaan melanggar Pasal 156 ayat a KUHP tentang penistaan agama. Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) bersama Novel Bakmumin juga melaporkan Ahok ke Bareskrim Polri atas tuduhan penistaan agama pada Kamis (6/10).
Indonesia Police Watch (IPW) menilai tidak ada alasan bagi Polri untuk menunda proses pemeriksaan terhadap Ahok. "Penundaan proses pemeriksaan hanya akan membuat kegaduhan dan bukan mustahil akan membuat konflik dan benturan di ibu kota Jakarta menjelang pilgub," ujar Presidium IPW Neta S Pane, Rabu (12/10).
Baca juga: IPW: Tak Ada Alasan Bagi Polri Tunda Pemeriksaan Ahok
Selasa (11/10) lalu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menyatakan sikap keagamaan terkait kasus video Ahok di Kepulauan Seribu. MUI mengkategorikan Ahok telah menghina Alquran dan atau menghina ulama.
Ketua MUI Ma'ruf Amin menegaskan perbuatan Ahok tersebut memiliki konsekuensi hukum dan aparat hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan terhadap Alquran, ajaran agama Islam, dan para ulamanya. "Pernyataan Ahok yang mengatakan kandungan surah Al Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan termasuk penodaan terhadap Alquran dan hukumnya haram," jelas Ma'ruf.
Baca juga: Dua Alasan IPW Minta Polri Segera Periksa Ahok