REPUBLIKA.CO.ID, PADANG – Hingga periode Oktober 2016, Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat (Sumbar) telah menerima sebanyak 39 laporan masyarakat yang terkait dengan dugaan pungutan liar (pungli) dari total 267 laporan masyarakat yang terkait penyimpangan penyelenggaran pelayanan publik.
Para pelaku yang dilaporkan tersebut kebanyakan dari oknum penyelenggara atau perantara (calo). "Laporan dugaan pungli hampir mengenai semua sektor pelayanan publik, baik di pendidikan (sekolah), layanan SIM, layanan Samsat, pariwisata, perizinan dan pertanahan, kelautan (urusan nelayan),” kata Asisten Ombudsman RI Sumatera Barat Adel Wahidi melalui keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Kamis (13/8).
Dari keseluruhan laporan yang masuk, pungli pendidikan adalah yang paling banyak dilaporkan. Ada 21 laporan masyarakat terkait pungli di sekolah. Di samping itu, pungli layanan pertanahan ada empat laporan, layanan SIM tiga laporan, samsat dua laporan, dan perizinan dua laporan. "Sebanyak 28 laporan masyarakat terkait pungli telah diselesaikan," jelas Adel.
Adel mengakui pungli sudah menjadi permasalahan klasik yang juga berjangkit di daerah dan menggerogoti sektor-sektor layanan publik strategis. Selama ini, pungli kerap kali dianggap sebagai pelanggaran kecil sehingga jarang ada pelaku pungli dipecat atau dibawa ke meja hijau seperti yang diharapkan Presiden. "Kami sangat mendukung pelaku pungli di daerah ditindak tegas, tidak cukup dengan memutasi, apalagi hanya teguran," ujar Adel.
Pungli, menurut Adel, merupakan cerminan buruknya pelayanan publik. Pungli terjadi karena tidak ada kepastian layanan berupa waktu, prosedur dan tarif sebuah pelayanan. Padahal, masyarakat menginginkan layanan cepat dan mudah sementara pelayanan publik tidak bisa memastikan waktu penyelesaian layanan dan tarif. "Di sinilah kerap dijadikan celah untuk terjadinya pungli," ucap Adel.
Modus pungli di Padang beragam, mulai dari hanya sekadar biaya fotokopi, biaya beli map, biaya adminisrasi, biaya operasional, hingga biaya penyelenggara/ petugas. Pungli biasanya ditandai dengan penyelenggara yang tidak bersedia memberikan tanda terima/kwitansi atau pembayaran biasanya tidak dilakukan di loket pembayaran.
Ombudsman mengimbau penyelenggara pelayanan publik di daerah untuk membuka kran pengaduan internal terkait pungli ini. Masyarakat juga diminta untuk menggunakan fasilitas pengaduan tersebut. Selain itu, masyarakat bisa langsung melaporkan permasalahan pungli ke Ombudsman RI Perwakilan Sumbar melalui telepon 0751-892521 atau datang lansung kantor Ombudsman di Jalan Dr. Abdullah Ahmad (samping BI) Padang.