Jumat 14 Oct 2016 07:56 WIB

Amnesti Pajak Jadi Potret Ketimpangan Pendapatan di Indonesia

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
 Pengendara melintas di dekat spanduk sosialisai pengampunan pajak yang terpasang di jembatan Penyebrangan orang (JPO) di kawasan Stasiun Gambir, Jakara, Ahad (31/7).  (Republika/ Agung Supriyanto)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pengendara melintas di dekat spanduk sosialisai pengampunan pajak yang terpasang di jembatan Penyebrangan orang (JPO) di kawasan Stasiun Gambir, Jakara, Ahad (31/7). (Republika/ Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah didesak agar tidak jumawa dengan raihan amnesti pajak, dengan dana repatriasi yang disebut tertinggi di dunia. Alasannya, justru amnesti pajak yang masih berjalan hingga Maret 2017 mendatang memberikan gambaran nyata tentang ketimpangan pendapatan di Indonesia.

Pengamat perpajakan sekaligus Direktur Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyebutkan, hanya 32 orang wajib pajak yang menyetor uang tebusan Rp 15 triliun, atau sekitar 15 persen dari total tebusan. Artinya, segelintir saja wajib pajak ini sudah bisa menyumbang 15 persen dari keseluruhan uang tebusan yang saat ini menyentuh R 97 triliun.

Yustinus juga mengungkapkan bahwa 103 wajib pajak yang membayar tebusan di atas Rp 50 miliar menyumbang porsi 20 persen dari total tebusan. Sedangkan yang membayar tebusan di atas Rp 100 miliar, ada 839 WP dengan tebusan sekitar 36 persen dari total penerimaan uang tebusan atau Rp 35 triliun.

"Dan yang di atas Rp 1 miliar, ada 9.276 wajib pajak dengan tebusan mencapai 60,82 persen. Kalau kita lihat, dua per tiga uang tebusan disumbang hanya oleh 9.200-an wajib pajak dari 373 ribu wajib pajak atau hanya 2,5 persen sebenarnya," ujar Yustinus, Kamis (13/10).

Sementara itu, dana pihak ketiga di Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) warga negara Indonesia dengan simpanan di atas Rp 5 miliar menyumbang 0,13 persen dari seluruh pemilik rekening. Yustinus menyebut hal ini sekaligus mengonfirmasi adanya ketimpangan pendapatan yang cukup tinggi.

"Artinya ini bisa menjadi strategi dirjen pajak ke depan. Dengan kata lain, menyasar UKM itu bukan untuk mengcapture pendapatan pajak dalam jangka pendek, melainkan lebih sebagai memperluas basis pajak," katanya.

Data dari LPS per Juni 2016, simpanan di atas Rp 5 miliar dimiliki oleh 77 ribu rekening. Sementara simpanan hingga Rp 100 juta mencapai 180 juta rekening. Artinya, dilihat dari angkanya saja terlihat adanya ketimpangan yang sangat tinggi di mana hanya 0,04 persen nasabah bank pemilik tabungan di atas Rp 5 miliar.

Baca juga: Jokowi: Aturan Pajak Bangun Kepercayaan Masyarakat

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement