REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan langsung mengaitkan dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya ikut terlibat dalam kasus dugaan suap kepada Panitera Pengganti PN Jakpus, Muhammad Santoso.
Kendati, fakta persidangan terungkap bahwa dua hakim tersebut disebut dijanjikan sejumlah uang untuk memenangkan perkara perdata di PN Jakpus. Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan pihaknya perlu beberapa waktu untuk mendalami fakta persidangan, sebelum mengaitkan keduanya dalam kasus tersebut.
"Dipelajari dulu pelan-pelan, dirunut pokok masalahnya sebelum bisa dituntut atau ditindak, proses pembuktian dari fakta persidangan itu," kata Saut dalam pesan singkatnya, Jumat (14/10).
Menurutnya, KPK tidak bisa langsung menindak seseorang hanya dari fakta yang terungkap di persidangan. Tetapi harus memastikan minimal ada dua alat bukti yang meyakinkan perihal keterlibatan keduanya.
"Menurut KUHAP paling tidak kita perlu mencari dua alat bukti yang meyakinkan, jadi tidak cukup hanya pengakuan," kata Saut.
Namun demikian, ia memastikan KPK tentu tidak akan tinggal diam untuk mengembangkan kasus tersebut, termasuk merunut keterlibatan keduanya. "Kalau ada di BAP maka penyidik pasti tau posisinya seperti apa, dan apa tindak lanjut yang akan dilakukan," katanya.
Adapun nama hakim Partahi dan Casmaya tidaklah asing di dunia peradilan. Partahi kini terkenal sebagai hakim anggota yang menyidangkan kasus pembunuan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso. Sementara Casmaya merupakan salah satu hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Nama mereka turut disebut dalam dakwaan kasus perdata gugatan wanprestasi yang diajukan PT Mitra Maju Sukses kepada PT Kapuas Tunggal Persada untuk terdakwa Ahmad Yani. Ahmad Yani, bersama atasannya yakni pengacara Raoul Adhitya Wiranatakusumah, merupakan kuasa hukum dari PT Kapuas Tunggal Persada (pihak tergugat).
Ahmad Yani bersama dengan Raoul didakwa memberikan atau menjanjikan uang sebanyak SGD 28 ribu kepada hakim Partahi Tulus Hutapea dan Casmaya melalui Muhammad Santoso. Jaksa mengungkapkan, pemberian dilakukan untuk mempengaruhi perkara perdata nomor 503/PDT.G/2015/PN.JKT.PST yang ditangani oleh Partahi Tulus Hutapea, selaku hakim Ketua Majelis dan Casmaya selaku hakim anggota dengan Panitera Muhammad Santoso.
Raoul yang menjadi kuasa hukum diri pihak tergugat, pada 4 April 2016 menghubungi M Santoso selaku panitera kasus tersebut, untuk menyampaikan keinginan agar putusan memenangkan pihak tergugat dalam hal ini PT KTP dan menolak gugatan PT MMS.
Kemudian Santoso menyarankan kepada Raoul untuk menemui hakim Partahi selaku Ketua Majelis hakim kasus tersebut. Lalu, Raoul sempat mendatangi PN Jakpus berhasil menemui Hakim Partahi sekaligus Casmaya di Ruangan Hakim Lantai 4 PN Jakpus dan membicarakan perkara tersebut.
Mereka menjanjikan uang sebesar 25 ribu dolar Singapura untuk majelis hakim jika putusan memenangkan pihak PT KTP. "Uang yang diperuntukkan untuk majelis hakim itu nantinya akan diserahkan melalui M Santoso, dan untuk itu M Santoso akan mendapat bagian tersendiri sebesar 3 ribu dolar Singapura," ujar Pulung.
Uang itu kemudian diberikan Raoul melalui perantara bernama Ahmad Yani kepada Santoso. Atas perintah Raoul juga, uang itu dipisah menjadi dua yaitu 25 ribu dolar Singapura dimasukkan ke dalam amplop putih bertuliskan 'HK' yaitu untuk Partahi dan Casmaya dan uang 3.000 dolar Singapura bertuliskan 'SAN' untuk Santoso.
Kemudian pada 30 Juni 2016, putusan majelis hakim atas gugatan perdata itu menolak gugatan PT MMS, yang artinya memenangkan pihak tergugat PT KTP. "Usai pembacaan putusan, Ahmad Yani dihubungi M Santoso, dan meminta uang yang telah dijanjikan sebelumnya, sebab salah satu anggota majelis hakim yakni Casmaya juga menanyakan hal itu kepada Santoso," kata Pulung.
Dalam rangka menyerahkan uang tersebut, Ahmad Yani pun menghubungi Muhammad Santoso untuk bertemu dan kemudian disepakati Muhammad Santoso akan mengambil uang tersebut di tempat kerja Ahmad Yani di Kantor Wiranatakusumah Legal & Consultant di daerah Menteng, Jakarta Pusat.
"Pada sore harinya, Santoso tiba di lokasi lalu terdakwa (Ahmad Yani) menyerahkan uang yang seluruhnya 28 ribu dolar Singapura kepada Santoso," kata Pulung. Tak beberapa setelah penyerahan, Santoso yang tengah dalam perjalanan selanjutnya ditangkap KPK.