Ahad 16 Oct 2016 08:57 WIB

APJATI: 5.000 TKI Berangkat Ilegal Setiap Bulan

Tenaga Kerja Indonesia (ilustrasi).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Tenaga Kerja Indonesia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Perusahaan Jasa TKI prihatin dengan maraknya penempatan tenaga kerja secara ilegal ke mancanegara, terutama ke Timur Tengah yang diperkirakan mencapai 5.000 orang per bulan menyusul penutupan sejak 10 tahun lalu.

Wakil Ketua Umum Apjati Mahdi Husein Alhamid di Jakarta, Ahad (16/10) mengatakan pihaknya tidak memiliki angka pasti, tetapi banyak pihak memperkirakan angka itu mencapai 5.000 orang per bulan, bahkan mungkin lebih. Mereka menggunakan calo atau berangkat secara mandiri, baik secara langsung maupun transit di sejumlah negara.

Kondisi demikian, ujar pelaku penempatan yang akan maju pada Munas Apjati akhir November ini, akan menjadi bom waktu bagi permasalahan warga negara di luar negeri.

"Faktanya, kita tidak bisa mencegah warga negara yang ingin bekerja di luar negeri, karena undang-undang juga menjamin hak orang untuk bekerja di mana saja di tempat yang diinginkannya," ujar Mahdi seraya mengatakan Pasal 27 ayat 2 menyebutkan, "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak".

Mantan Mantan Ketua Umum Indonesia Employment Agencies Association (Idea) Adrie Nelwan menyatakan para calo menggunakan semua bandara internasional di Indonesia untuk mengirim pekerja secara ilegal, baik secara langsung maupun transit di luar negeri.

Adrie mengimbau kondisi ini harus dihentikan untuk melindungi hak-hak warga negara. Dia tidak menyalah mereka yang mencari kerja, tetapi pemerintah hendaknya hadir dengan memberi perlindungan baik melalui regulasi dan perjanjian, maupun menunjukkan swasta yang bertanggung jawab sebagai penjamin. Harus diakui, bekerja di timur tengah masih menjadi daya tarik bagi banyak pekerja di Indonesia.

Mahdi menyatakan regulasi dan perlindungan kerja bagi pekerja asing di negara tujuan penempatan di timur tengah sudah mulai mengacu pada Konvensi ILO. Dia mencontohkan, di Arab Saudi, kini urusan "domestic helper" berada di bawah Kementerian Tenaga Kerja.

Pekerja ditempatkan dan dijamin oleh perusahaan swasta khusus yang memberikan uang jaminan kepada Kerajaan (Pemerintah) Saudi. "Uang jaminannya 50-100 juta dolar AS. Jika mereka wanprestasi maka dana tersebut dicairkan untuk kepentingan tenaga kerja asing," ujar Mahdi.

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement