Senin 17 Oct 2016 03:40 WIB

Thailand Instruksikan Pelaporan Konten Internet yang Hina Kerajaan

Gambar mendiang Raja Bhumibol dengan pesan penghormatan muncul di layar ATM di Bangkok, Thailand, (16/10). Gambar dan pesan tersebut merupakan wujud duka cita bagi sang raja.
Foto: EPA
Gambar mendiang Raja Bhumibol dengan pesan penghormatan muncul di layar ATM di Bangkok, Thailand, (16/10). Gambar dan pesan tersebut merupakan wujud duka cita bagi sang raja.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Operator telekomunikasi utama Thailand menginstruksikan pelanggannya agar melaporkan "konten tak sopan terhadap pihak kerajaan", Ahad (16/10). Langkah itu sejalan dengan kebijakan pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap aksi menghina kerajaan.

Raja Bhumibol Adulyadej wafat, Kamis (13/10), setelah bertahta selama tujuh dasawarsa. Putra Mahkota Pangeran Maha Vajiralongkorn akan dinobatkan sebagai raja setelah masa berkabung berakhir.

Thailand memiliki aturan keras mengenai penghinaan atau pelecehan terhadap wibawa kerajaan. Hukuman kerap diberikan, bahkan sanksinya kian keras, khususnya di bawah pemerintah militer yang mengambil alih kekuasaan pada 2014.

Sejumlah operator telepon seperti Advanced Info Service Pcl (AIS), Total Access Communication Pcl dan True Move - unit di bawah True Corp, menerbitkan instruksi via aplikasi pesan juga halaman Facebook-nya tentang cara melaporkan konten di media sosial tersebut dan video Youtube. Pihak True mengatakan mereka hanya menindaklanjuti permintaan Komisi Penyiaran dan Telekomunikasi Nasional (NBTC).

"NBTC meminta seluruh operator telepon menerbitkan instruksi ke pelanggan kami," kata Pimolpan Siriwongwan-ngam, kepala hubungan masyarakat True. "Kami meneruskan pesan dari otoritas terkait".

Juru bicara AIS dan Total Access mengonfirmasi bahwa mereka mengikuti panduan NBTC. Perusahaan operator itu mengatakan, warga dapat mengirim tautan atau gambar laman yang dianggap "berbahaya" ke Kementerian Teknologi Komunikasi dan Informasi (MITC) serta NBTC.

NBTC pada Jumat telah meminta penyedia jasa internet untuk mengawasi konten serta menutup akses laman yang tak sesuai aturan. Penyedia jasa itu mesti menginformasikan ke media sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube, dan aplikasi pesan untuk menutup konten semacam itu.

Kegagalan penyedia jasa internet menutup akses konten tak pantas akan dianggap sebagai kejahatan, kata sekretaris jenderal NBTC, Takorn Tantasith. Juru bicara kementerian informasi, Chatchai Khunpitiluck mengatakan sejumlah konten internet dapat menyakiti perasaan warga yang berduka atas wafatnya raja.

"Banyak rakyat Thailand yang sensitif perasaannya. Saat mereka melihat konten ilegal yang menyerang, mereka akan lebih tertekan," katanya. "Kami harus menginformasikan bahwa ada kanal untuk melaporkan konten tersebut demi mengatasi rasa tak berdaya mereka".

Chatchai mengatakan banyak orang menemukan konten tak pantas di internet. Hal itu terjadi karena sebagian besar warga mulai membaca informasi mengenai raja sejak kematiannya. Polisi dan MICT menolak merinci jumlah laporan yang telah diterima.

Pemerintah memiliki jalur kontak cepat (hotline) untuk pelaporan konten semacam itu, kata Suwaphan Tanyurvardhana, menteri yang terikat dengan Kantor Perdana Menteri. Polisi mengaku akan meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas di internet.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement