REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Sejumlah sopir truk sampah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluhkan lamanya antrean pembuangan di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantargebang yang mencapai 10 jam.
"Sekarang minimal antre di titik buang 10 jam, padahal dulu paling lama hanya empat jam," kata sopir truk asal Cengkareng, Ardi (44), di Bekasi, Senin (17/10).
Menurut dia, kondisi itu terjadi setelah pengambilalihan kewenangan pengelolaan dari swasta menjadi swakelola oleh Pemprov DKI sejak Juni 2016. Ardi mengaku dirinya harus menghabiskan waktu panjang untuk memproses pembuangan sampah ke TPST Bantargebang.
"Truk saya baru bisa keluar dari titik buang pada pukul 14.00 WIB, Padahal saya masuk ke TPST Bantargebang pada Sabtu (15/10) malam sekitar pukul 22.00 WIB," katanya.
Menurut dia, lamanya antrean sampah diakibatkan pasokan bahan bakar untuk alat berat di zona pembuangan tidak maksimal. Setiap alat berat hanya mendapatkan jatah sekali pembelian berdasarkan Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) pengeluaran.
"Kalau sudah habis, tidak bisa beli lagi solar. Bisa beli kalau sudah ganti tanggal. Kalau sudah tidak ada solar, otomatis alat berat tidak bisa beroperasi, antrean truk menjadi menumpuk," ujarnya.
Hal senada diungkapkan petugas truk sampah asal Tanjung Priok Jakarta Khoir (39). "Antreannya ada yang sampai 300 lebih truk mau buang sampah. Minimal sekarang 10 jam baru bisa buang," ujarnya.
Dia mengakui sangat memaklumi situasi itu mengingat DKI sampai saat ini masih dalam tahap transisi dari pengelola lama. "Saya harap situasi ini harus jadi skala prioritas Pemprov DKI karena bisa berakibat buruk terhadap kondusivitas distribusi sampah dari Jakarta," katanya.