REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Di tengah kekhawatiran akan penobatan putra mahkota Maha Vajiralongkorn sebagai raja, ketakutan Thailand juga muncul terkait hubungan pribadinya dengan mantan perdana menteri Thaksin Shinawatra.
Thaksin memberikan Vajiralongkorn sebuah mobil mewah saat ia terpilih sebagai perdana menteri pada 2001. Vajiralongkorn dikhawatirkan akan didukung oleh politikus populis yang berkontribusi dalam kudeta yang menggulingkan Thaksin dan menjadikan adiknya, Yingluck Shinawatra sebagai perdana menteri periode 2006-2014.
Namun, sejak itu para jenderal menunjukkan sikap baik kepada Vajiralongkorn, mengingat pria tersebut akan naik takhta menjadi raja. Mereka melakukan berbagai upaya meningkatkan reputasi Vajiralongkorn.
Kepedulian junta terhadap sang putra mahkota berkaitan dengan masa depan kekuasaan junta itu sendiri. Junta memandang adanya kesuraman dalam pemerintahan Thailand.
Baca: Pejabat Thailand Khawatirkan Perilaku Raja Baru Thailand
"Selama puluhan tahun dia menunjukkan sedikit minat dalam menjalankan tugas publik dari salah satu monarki yang paling dihormati di dunia. Studi tentang kehidupannya merupakan studi yang sulit dipahami orang Thailand karena ia memiliki pandangan yang terbatas terhadap politik dan visi bagi masa depan monarki," ujar Profesor Pavin Chachavalpongpun, dalam makalah terbarunya, dikutip The Guardian.
Menurutnya, Vajiralongkorn tidak bisa menunjukkan karisma yang dimiliki ayahnya. Sang pangeran juga tidak bisa membuat komitmen untuk melayani publik dan memilih menggunakan ketakutan dan intimidasi untuk memperkuat posisinya.
"Dengan kurangnya kekuatan junta, yang memberikan impunitas kepada seorang pangeran yang tidak bisa mengendalikan rasa bencinya, kemungkinan pemberontakan akan terjadi," kata dia.
Ia memperkirakan, Thailand akan mengalami masa transisi yang sulit selepas kematian Raja Bhumibol. Alih-alih terjadi revolusi damai menuju monarki konstitusional yang demokratis, Thailand dinilai akan mengalami konflik.