Senin 17 Oct 2016 16:00 WIB

Menelusuri Genealogi dan Jejak Pemikiran Rumi

Rep: Marniati/ Red: Agung Sasongko
Jalaluddin Ar-Rumi (ilustrasi).
Foto: Blogpspot.com
Jalaluddin Ar-Rumi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Annemarie Schimmel dalam the Triumphal Sun: A Study of the Works of Jalaloddin Rumi menyebut, Rumi lahir dari orang tua yang berasal dari Persia. Ia lahir di sebuah desa yang terletak di wilayah Baikh.

Saat itu Baikh dikenal sebagai pusat kebudayaan Persia dan tasawuf telah berkembang selama beberapa abad. Sebagian besar hidupnya dihabiskan di Konya (Turki) di mana ia menghasilkan karya-karyanya. (Baca: Tahun Rumi dan Jejak Emas Maestro Sufi)

Ayah Rumi adalah Bahauddin Walad Muhammadd bin Husein. Ia seorang teolog dan ahli hukum. Ayah Rumi ini bermazhab Hanafi. Karena ilmu agamanya, sang ayah juga dikenal sebagai Sultan alUlama.

Ketika Mongol menyerbu Asia Tengah antara 1215 dan 1220 M, Bahauddin Walad Muhammad, dengan seluruh keluarga dan sekelompok murid, berangkat ke arah barat.

Dalam pelarian ini, Rumi ditemui oleh salah satu penyair Persia paling terkenal, Fariduddin Attar, di kota di Iran, Nishapur, yang terletak di Provinsi Khorasan.

Attar segera mengakui keunggulan spiritual Rumi yang saat itu baru berusia lima tahun. Attar memberi hadiah buku Asrarnamah (Kitab Rahasia Ketuhanan). Pertemuan ini memiliki dampak yang mendalam bagi Rumi dan kemudian menjadi inspirasi bagi karya-karyanya.

Dari Nishapur, Walad dan rombongannya berangkat ke Baghdad. Di sana ia banya bertemu dengan para ulama dan tokoh sufi kota.

Nazeer Ahmad, dalam Islam in Global History: From the Death of Prophet Muham med to the First World War menerangkan, dari Baghdad keluarga Ru mi pergi ke Hijaz dan melakukan ibadah haji di Makkah.

Hidup mereka terus berpindah-pindah. Melewati Damaskus, Malatya, Erzincan, Sivas, Kayseri, dan Nigde. Mereka akhirnya menetap di Karaman selama tujuh tahun. Ibu Rumi dan saudaranya meninggal di sana.

Pada 1225, Rumi menikah dengan Gowhar Khatun di Karaman. Mereka memiliki dua putra, yakni Sultan Walad dan Alaeddin Chalabi. Ketika istrinya meninggal, Rumi menikah lagi dan memiliki seorang putra, Amir Alim Chalabi, dan seorang putri, Malakeh Khatun.

Pada 1 Mei 1228, Rumi dan ayahnya menetap di Konya, Turki. Kedatangan mereka ke Turki ini karena undangan dari Raja Konya, Alauddin Kaiqubad. Raja meng angkat ayah Rumi menjadi kepala sebuah madrasah (sekolah agama).

Saat Rumi berusia 25 tahun, ayahnya meninggal dunia sehingga Rumi menggantikan posisi ayahnya sebagai sebagai molvi (guru) Islam. Salah satu sahabat ayahnya, Burhanuddin Muhaqqiqat Turmudzi, terus melatih Rumi dalam syariah, khususnya tarekat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement