REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan akan memasukkan investasi industri asuransi di obligasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai bagian 50 persen dari syarat investasi asuransi di Surat Berharga Negara.
Deputi Komisioner IKNB OJK Edy Setiadi mengatakan, hal tersebut untuk memberi kemudahan bagi industri asuransi dalam memenuhi syarat investasi sebesar 20 persen di Surat Berharga Negara (SBN) pada 2016, seperti yang sudah diatur OJK pada awal tahun. "Tadinya terbatas (investasi asuransi) pada SBN. Tapi nanti bisa digantikan dengan (investasi) obligasi anak perusahaan BUMN atau cucu perusahaan BUMN infrastruktur. Itu dapat menjadi bagian investasi di SBN," kata Edy di Jakarta, Senin (17/10).
Ketentuan agar perusahaan asuransi dan dana pensiun membeli SBN minimum 20 persen dari seluruh jumlah investasi pada 2016 tercantum dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 1/POJK.05/2016 tentang Investasi SBN bagi Lembaga Jasa Keuangan Non-Bank. Perusahaan asuransi jiwa pada 2016, sesuai POJK tersebut, wajib menempatkan investasinya sebesar 20 persen dari total investasi di SBN, sedangkan perusahaan asuransi umum sebesar 10 persen. Jumlah itu masing-masing akan bertambah 10 persen pada 2017.
Edy mengatakan, dimasukkanya obligasi BUMN sebagai perhitungan investasi di SBN akan diatur dalam revisi POJK tersebut, yang akan dikeluarkan dalam waktu dekat. "Sebentar lagi, akan keluar," ujarnya.
Dengan demikian, sebanyak 50 persen dari total kewajiban investasi dari premi industri asuransi ke SBN tersebut, dapat dipenuhi industri asuransi dengan membeli obligasi BUMN, terutama BUMN sektor infrastruktur. "Misalnya satu perusahaan secara total harus investasi di SBN sebesar Rp1 triliun. Nah 50 persennya itu yakni sebesar Rp 500 miliar boleh dipenuhi dengan pembelian obligasi BUMN infrastrauktur, obligasi anak BUMN, dan obligasi cucu BUMM infrastruktur," kata dia.
Menurut Edy, sepanjang tahun ini, pelaku industri asuransi, sudah berbondong-bondong untuk menginvestasikan preminya sebesar 20 persen dari total investasi, ke SBN. Namun, beberapa kendala masih menghambat, seperti harga SBN yang relatif naik, menjadikan keuntungan yang ditawarkan SBN tidak semenarik instrumen investasi lainnya.
Maka dari itu, ujar dia, terdapat rencana kerja sama antara OJK dan Kementerian BUMN, untuk mendorong investasi perusahaan asuransi di oblgasi BUMN. Saat ini, jika melihat dari kacamata industri di asuransi jiwa, kata Edy, sudah 18 persen investasi di SBN. "Cuma 18 persen itu siapa? Menyebar kan. Ada persuaahaan yang masih belum memenuhi," ujar dia.