REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar komunikasi politik Indonesia Bachtiar Aly melihat banyak pejabat publik di Indonesia yang 'asal bunyi' ketika berbicara. Mereka tidak menguasai persoalan dan cenderung tidak menghiraukan efek yang timbul dari pernyataannya.
"Kadang-kadang pernyataannya cuma jadi noise (bising), bukan substantif," kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/10).
Budaya 'asal bunyi' tersebut menjadi semakin sering ditampilkan pejabat publik tatkala masyarakat bersifat permisif. Pejabat Indonesia, kata dia, seolah tidak mempunyai budaya malu dan kurang menjunjung etika.
Pejabat yang dia maksud bukan hanya di ranah eksekutif tapi juga legislatif. Banyak pejabat yang bicara tidak sesuai dengan bidangnya.
Bachtiar menduga gaya komunikasi tersebut menunjukkan seolah pejabat ingin membalas dendam. Pasalnya, ketika zaman Orde Baru, setiap orang tidak bisa berbicara bebas. "Dulu begitu ditekan, begitu ada reformasi mereka merasa bebas. Orang jadi tidak berani menentukan rambu," ujarnya.
Meski begitu, Bachtiar mengimbau pejabat publik berhati-hati saat berbicara. Tak menutup kemungkinan ada sebagian pejabat yang mengalami skizofrenia (stadium pertama untuk menjadi gila). Hal ini terbukti dari pernyataan pejabat yang sering berubah.
"Jam sekarang bicara ini, jam ke depan bilang nggak pernah ngomong begitu. Malah menuduh media salah kutip. Pejabat harus betul-betul jaga diri, kalau nggak bisa masuk (kategori) skizofrenia," jelasnya.