REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Darwis atau yang dikenal dengan nama pena Tere Liye, kembali merilis novel terbarunya. Novel terbaru ini berjudul Tentang Kamu yang diterbitkan oleh Republika Penerbit. Rencananya, novel ini akan diluncurkan pada 27 Oktober 2016, di Jakarta.
Editor Republika Penerbit Triana Rahmawati menjelaskan, novel setebal 530 halaman ini bercerita tentang perjuangan seorang perempuan yang sukses menjadi miliuner. Namun demikian, banyak tantangan yang dihadapinya hingga ia berhasil meraih kesuksesan tersebut.
“Kisah yang ditulis dalam novel Tentang Kamu ini memang sangat luar biasa. Alurnya jelas dan bagus. Penuh dengan adegan yang menegangkan dan kejutan-kejutan,” ujar Triana, di Jakarta, Senin (17/10).
Ana—sapaan akrab Triana—menjelaskan, kisah ini bermula dari Zaman Zulkarnaen, seorang mahasiswa Universitas Oxford yang menjadi junior associate pada sebuah firma hukum ternama di pusat Kota London. Setelah dua tahun bekerja di sana, ia sama sekali tak menyangka akan mendapatkan kasus penyelesaian pembagian warisan yang besarnya dapat menyaingi kekayaan Ratu Inggris.
Bila dapat menyelesaikan kasus ini, kata Ana, partner firmanya menjanjikan kursi lawyer untuk Zaman. “Tawaran yang sangat menarik. Tapi untuk dapat menyelesaikannya, ia harus menghadapi kejutan yang melingkupi sang pemilik warisan,” jelasnya.
Kejutan pertama, dengan kekayaan yang mencapai satu miliar pounsterling atau setara dengan 19 triliun rupiah, sang almarhum yang merupakan warga negara Inggris menghabiskan sisa hidupnya dengan tinggal di panti jompo Kota Paris. Kejutan kedua, sang almarhum bernama Sri Ningsih, adalah seorang perempuan Jawa tulen dari Indonesia, sama dengan Zaman.
Namun, dengan data yang minim mengenai kehidupan Sri Ningsih, Zaman tak memiliki pilihan selain menelusuri jejak wanita itu dari awal kehidupannya. Mulai dari diary Sri Ningsih yang diserahkan petugas panti jompo. “Titik awal dari investigasi Zaman adalah Pulau Bungin, Sumbawa.”
Ana menjelaskan, dalam novel ini, Tere mengisahkan, bahwa sangat sulit bagi Zaman untuk mencari orang yang masih hidup dan mengingat kejadian yang berlangsung pada 1940-an, tahun kelahiran Sri Ningsih. “Zaman hampir menyerah. Tapi beruntung ada seorang nelayan tua yang baru saja pulang melaut beberapa minggu, hadir dan menceritakan kehidupan Sri Ningsih,” ujarnya.
Dari satu informan ke informan lainnya, dari satu kota ke kota lainnya, Zaman menelusuri kehidupan Sri Ningsih. Sumbawa, Surakarta, Jakarta, London, Paris, dan seluruh dunia tempat Sri Ningsih menghabiskan waktu-waktu terakhirnya. Dengan informasi mengenai ahli waris yang muncul untuk kemudian menghilang lagi, Zaman mempelajari banyak hal tentang klien yang hartanya warisannya luar biasa besar ini.
Hingga akhir hayatnya, Sri tetap dihantui masa lalu menyakitkan yang terus mencoba menorehkan luka di hatinya. Saat Sri Ningsih meninggal, bisa dikatakan bahwa wanita ini telah memenangkan pertarungan, tapi ternyata masih ada hal yang terus menghantui. Atas nama seluruh luka yang dimiliki kliennya, Zaman menghadapi masa lalu Sri Ningsih, meski harus berhadapan dengan pilihan hidup atau mati.