REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Masalah dualisme kepemimpinan di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali memanas setelah kubu Djan Faridz mengajukan gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), beberapa waktu lalu.
Gugatan itu ditujukan untuk membatalkan surat keputusan (SK) pengesahan kepengurusan PPP kubu Romahurmuziy (Romy) yang diterbitkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada April lalu.
Pakar ilmu politik dari Universitas Indonesia (UI), Maswadi Rauf mengatakan, persoalan dualisme di tubuh PPP harus segera dituntaskan agar tidak terus-terusan menimbulkan polemik.
“Dari dua kubu kepengurusan yang ada di PPP, harus benar-benar dipastikan dulu mana yang sah secara hukum. Kalau tidak, PPP akan kesulitan dalam menggunakan hak mengajukan kandidatnya pada pemilihan kepala daerah (pilkada) di seluruh Indonesia,” tuturnya kepada Republika.co.id, Senin (17/10).
PPP telah mendaftarkan pasangan bacagub–bacawagub DKI Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni (Agus–Sylvi) ke KPU Provinsi DKI Jakarta pada 23 September lalu. Pendaftaran pasangan itu dilakukan bersama tiga parpol lain, yakni Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Demokrat.
PPP sendiri saat ini masih mengalami dualisme kepemimpinan. PPP kubu Romy mengkalim diri sebagai pihak yang benar dengan berpijak pada SK Menkumham Nomor M.HH-06.AH.11.012016 yang mengesahkan hasil Muktamar Islah di Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat, 22 April 2016.
Sementara, PPP kubu Djan Faridz juga merasa menjadi pihak yang berhak atas kepemimpinan partai berlambang Kabah itu dengan berpijak pada putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) Nomor 061. Putusan MA itu mengesahkan kepengurusan PPP hasil Muktamar Jakarta pada 2 November 2015.
Karena tidak puas dengan keputusan menkumham, PPP kubu Djan Faridz pun melayangkan gugatan hukum ke PTUN. Tak hanya sampai di situ, sejumlah politikus PPP dari kubu Djan Faridz juga membuat manuver politik dengan mendeklarasikan dukungannya kepada pasangan pejawat Basuki T Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat (Ahok–Djarot) di Pilkada DKI 2017.
Menurut Maswadi, yang harus dilakukan Djan Faridz dan kawan-kawan saat ini adalah menunggu gugatan hukum mereka diputus oleh PTUN. Jika nanti putusan pengadilan menyatakan mereka sebagai pihak yang benar dan itu disahkan oleh Menkumham, barulah PPP kubu Djan Faridz memperoleh hak untuk mengajukan calon kepala daerah di pilkada.
“Jadi, keabsahan kepengurusan ini dulu yang harus dimiliki kubu Djan Faridz. Bukan malah membuat manuver dengan menyatakan dukungannya kepada Ahok,” ucapnya.