REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Iskandar Zulkarnaen mengatakan sumber daya manusia (SDM) peneliti kelautan Indonesia masih terbatas. Hal itu menyebabkan pengetahuan mengenai laut nasional minim.
"Sampai saat ini pengetahuan mengenai laut kita sendiri masih sedikit. Kita negara maritim, tetapi pembangunannya masih berkiblat ke daratan," kata Iskandar usai konferensi pers peresmian Pusat Pelatihan Keanekaragaman Hayati Laut dan Kesehatan Ekosistem (RTRC MarBEST Center) di Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI Ancol, Jakarta, Senin (17/10).
Menurut dia, jumlah peneliti Indonesia sendiri sudah sedikit, apalagi jika diklasifikasikan dalam ranah ilmu kelautan. "Idealnya peneliti Indonesia itu 1.000 peneliti per satu juta penduduk, atau 250 ribu peneliti. Kalau wilayah Indonesia 70 persen laut, maka 70 persen dari jumlah ideal peneliti tersebut seharusnya yang terkait bidang kelautan," kata Iskandar.
Data fungsional peneliti yang tercatat di LIPI masih kurang dari 10 ribu peneliti. "Masih sangat jauh, kami terus berupaya menambah jumlah peneliti dan minat generasi muda terhadap kelautan," kata Iskandar.
Dia menjelaskan bahwa pencanangan visi poros maritim dunia oleh pemerintah telah memunculkan gagasan untuk Indonesia kembali ke budaya maritim.
Iskandar berpendapat ide tersebut harus dimulai dari peningkatan pengetahuan mengenai laut. Untuk meningkatkan kapasitas SDM kelautan, LIPI telah meresmikan Pusat Pelatihan Keanekaragaman Hayati Laut dan Kesehatan Ekosistem Pelatihan untuk tujuan memfasilitasi peningkatan kapasitas sumber daya manusia bidang kelautan.
Sementara untuk menumbuhkan minat generasi muda mengenai maritim, LIPI telah berkomunikasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengenai penerapan materi pembelajaran kelautan bagi setiap jenjang sekolah di Indonesia.